Sambut Asa, Rajut Rasa (Bangga)

Megah dan indah. Itulah kesan pertama saat menjejakkan kaki di terminal kedatangan Yogyakarta International Airport (YIA), Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta). Kesan itu pun semakin mendalam, saat menelusuri terminal hingga pintu keluar kedatangan. Keindahan dan kemegahan YIA sungguh memesona, menggelitik rasa penasaran untuk menjelajahi dan mengulik lebih jauh ikon baru Yogyakarta ini.

Pembangunan YIA merupakan sebuah solusi dari PT Angkasa Pura (AP) I atas kepadatan lalu lintas penerbangan dan over capacity di Bandara Internasional Adi Sucipto. Bandara Adi Sucipto berdiri di atas lahan seluas 17.136 m2 dengan daya tampung 1,7 juta penumpang per tahun. Dengan kapasitas tersebut, bandara ini diakses hingga 8,4 juta penumpang per tahun.

Kini, hadirnya YIA diharapkan mampu menampung jumlah penumpang yang mengakses bandara Yogyakarta setiap tahunnya. Dengan area seluas 219.000 m2, YIA memiliki kapasitas hingga 20 juta penumpang per tahun.

Selain memberi kenyamanan dan meningkatkan layanan kepada penumpang, daya tampung YIA yang besar diharapkan dapat menciptakan rute-rute penerbangan baru yang berpotensi meningkatkan kunjungan Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Dengan demikian, YIA berperan penting dalam mewujudkan Borobudur dan Yogyakarta sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Mendukung peran tersebut, kemudahan akses menuju YIA pun menjadi perhatian Kemenhub dan AP I. Karena itu, DAMRI hadir melayani rute dengan tujuan YIA dari sejumlah titik keberangkatan di pusat kota Yogyakarta.

Layanan DAMRI menawarkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan ketepatan waktu. Selain itu, tarifnya pun sangat ramah di kantong, yaitu hanya Rp25.000. Tak ayal, kehadiran DAMRI mampu menjawab kekhawatiran masyarakat yang akan bepergian melalui YIA. Yang tak kalah penting, layanan DAMRI selalu tepat waktu sehingga masyarakat tak perlu lagi khawatir terlambat.

 

Asa dan Bangga

Di sisi lain, YIA pun menjadi sebuah asa bagi masyarakat Yogyakarta, khususnya masyarakat di sekitar bandara. Mereka menaruh asa pada bandara yang kini menjadi kebanggaan masyarakat Yogyakarta. Masyarakat, kini bisa memetik manfaat dari kehadiran YIA. Bahkan, pemerintah setempat pun mulai merasakan dampak positif kehadiran YIA.

“Selain wisata, kami turut menghidupkan UMKM melalui Program 300 UMKM. Kami sediakan sarana dan prasarana untuk mereka menyajikan hasil karyanya di bandara,” jelas General Manager YIA, Agus Pandu Purnama.

Pandu menambahkan, sejak awal perencanaan pembangunan YIA, AP I memang sangat concern dengan kesejahteraan warga sekitar. Bahkan, AP I bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk memberikan pendampingan secara khusus kepada warga penerima uang pembebasan lahan di 5 desa terdampak di Kecamatan Temon, Kulonprogo, yaitu Desa Glagah, Palihan, Sindutan, Jangkaran, dan Kebonrejo. Tujuannya, agar masyarakat bisa memanfaatkan uang tersebut sebaik mungkin untuk kehidupan mereka.

Warga dari kelima desa tersebut juga diberi kesempatan berkontribusi di YIA. “Kami beri mereka pelatihan, agar mereka memiliki daya saing sehingga siap untuk bekerja di sini. Sekarang ini, 60% pekerja di lingkungan bandara adalah masyarakat Kulonprogo,” imbuh Pandu.

Dengan daya serap tenaga kerja lokal yang sangat besar, YIA berkontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian setempat. Bahkan, sejak masih dalam pembangunan, kehadiran YIA mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Kulonprogo.

Berdasarkan data BPS Kulonprogo,  sampai April 2019, perekonomian tumbuh hingga mencapai angka 10,6%, atau tumbuh dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran pun mengalami penurunan. Data statistik di tahun 2015 menunjukkan angka pengangguran sebesar 3,7% yang turun menjadi 1,45% di tahun 2019.

“Hal ini secara otomatis, akan mendorong Pendapatan Asli Daerah. Artinya, keberadaan YIA memberikan dampak positif kepada masyarakat maupun Pemda,” ungkap Pandu.

 

Kearifan Lokal

Salah satu hal yang menarik perhatian dari YIA adalah relief yang menghiasi dinding-dinding YIA. Relief karya seniman lokal ini bukan hanya menampilkan keindahan sebuah karya seni. Melainkan, menceritakan kisah kehidupan masyarakat Temon—wilayah kecamatan lokasi YIA berada.

Relief terlihat di sejumlah dinding, termasuk dinding pada 5 gate di ruang tunggu penumpang YIA. Relief berupa pahatan pada batu andesit yang, kemudian dibuat semacam tiang gawang yang menghiasi dinding gate setinggi 9 meter. Menariknya, relief di setiap gate mengisahkan kehidupan masyarakat dari 5 desa di Kecamatan Temon, Kulonprogo yang terdampak pembangunan YIA, yaitu Desa Glagah, Palihan, Sindutan, Jangkaran, dan Kebonrejo.

Melengkapi kisahnya, YIA pun menambahkan informasi dalam bentuk QR Code di dinding yang bisa dipindai penumpang. Informasi dalam bentuk digital ini bisa ditemui di setiap karya seni yang menghiasi bandara sehingga penumpang mendapat pengalaman sekaligus wawasan baru ketika singgah di YIA.

Pengalaman baru juga bisa dinikmati pengunjung sejak menginjakkan kaki di terminal keberangkatan YIA. Miniatur Plengkung Gading yang begitu khas dan lekat dengan imej Keraton Ngayogyakarta menyambut setiap pengunjung bandara. Di sekitarnya, terlihat bangku-bangku taman dengan “punggawa” tiang-tiang lampu khas Malioboro.

Di sudut lainnya, tampak gerbang Taman Sari. Keberadaan kolam di dekatnya menguatkan suasana Taman Sari yang tercipta. Saat mentari mulai kembali ke peraduannya, pendaran cahaya lampu menambah eksotisme sudut-sudut khas Yogyakarta di YIA. Tak ketinggalan, pelataran sepanjang jalan Malioboro pun hadir, menyempurnakan miniatur Kota Yogya di YIA.

“Memang, YIA tidak hanya hadir sebagai bandara yang megah dan modern, tetapi juga sarat akan muatan lokal. Dengan mengusung kearifan lokal, kami hadirkan ‘Indonesian experience’ di sini. Tidak hanya secara visual, tapi juga audio, yaitu dengan suara announcer dalam bahasa Jawa, selain bahasa Indonesia dan Inggris. Lalu, juga lantunan musik/gending Jawa yang menggema di seluruh bandara,” tutur Pandu.

“Kami benar-benar hadirkan suasana Yogyakarta sehingga ketika berada di sini, masyarakat betul-betul merasakan bahwa ia sedang berada di Yogyakarta,” lanjutnya.

Tak heran, jika YIA menjadi destinasi wisata baru di Yogyakarta. Pengunjung yang datang bukan hanya mereka yang ingin bepergian via jalur udara. Melainkan, wisatawan—bahkan masyarakat sekitar yang sekadar ingin mengagumi kemegahan YIA dan mengabadikannya lewat jepretan kamera ponsel sambil berswafoto ria di sudut-sudut bandara yang instagrammable.

Kini, YIA memiliki  makna dan tempat istimewa di hati masyarakat Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta bukan hanya sekadar larut dalam euforia akan YIA. Namun, perlahan tapi pasti, rasa bangga menyeruak ke dalam hati masyarakat Yogyakarta. Bangga akan YIA, sebagai sebuah karya besar anak bangsa yang megah dan modern. Namun, tetap kental dan lekat akan budaya dan kearifan lokal sehingga menunjukkan identitas Yogyakarta sebagai sebuah Kota Budaya.

Tahukah Anda?

Garbarata di YIA adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang diusung YIA. Produk buatan Cileungsi ini memiliki sejumlah keunggulan, yaitu:

  • Bisa memanjang hingga 45 meter
  • Kacanya menyerap panas sinar ultraviolet
  • Memiliki sistem sirkulasi udara yang membuat penumpang di dalamnya merasa sejuk
  • Harganya bersaing

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp