Kapal Ternak hadir sebagai wujud komitmen Pemerintah dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik bagi masyarakat. Dalam hal ini, Kemenhub bersinergi dengan Kementerian Pertanian untuk menyediakan layanan angkutan transportasi ternak, sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan.
Di sisi lain, penyelenggaraan Kapal Ternak juga merupakan komitmen Kemenhub dalam mendukung terwujudnya swasembada pangan, khususnya daging sapi dan kerbau. Dengan tersedianya layanan angkutan ternak yang memadai, diharapkan bukan hanya menjamin kelancaran pasokan daging sapi ke seluruh wilayah Indonesia.
Melainkan, akan mampu mengurangi impor sapi sehingga mendorong peningkatan produk ternak dalam negeri. Bahkan, mampu mengoptimalkan jaringan pemasaran antarwilayah maupun ekspor. Hingga akhirnya, tercipta kemandirian pangan yang akan menguatkan ketahanan pangan nasional.
Hal ini sejalan dengan visi Tol Laut sebagai backbone (kemampuan mandiri) dalam sistem logistik yang mampu menjahit konektivitas antarpulau sehingga menjadi breakthrough bagi kemajuan maritim Indonesia.
Animal Welfare
Penyelenggaraan Kapal Ternak dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan daging sapi di wilayah yang menjadi sentra konsumen, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur. Sebaliknya, di sentra produsen ternak sapi, rendahnya tingkat konsumsi daging sapi menyebabkan stok sapi yang berlebih. Kondisi ini berdampak pada harga sapi yang lebih tinggi di sentra konsumen dibandingkan di sentra produsen.
Adapun wilayah yang menjadi sentra produsen daging sapi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kedua provinsi ini merupakan penyangga pasokan daging sapi ke sejumlah daerah di Jawa dan Kalimantan.
Kondisi yang juga melatarbelakangi pengadaan Kapal Ternak adalah proses distribusi hewan ternak yang dilakukan secara sederhana. Sebelum adanya Kapal Ternak, distribusi ternak dari sentra produsen dilakukan dengan kapal-kapal pengangkut yang kapasitasnya terbatas dan tidak memadai sebagai angkutan ternak.
Kapal pengangkut yang rata-rata berukuran kecil pun sering terhambat saat cuaca buruk di lautan. Akibatnya, terjadi kelangkaan pasokan daging yang berdampak pada kenaikan harga daging di pasaran. Persoalan lain muncul, manakala hewan ternak tidak “diperlakukan” dengan layak selama proses pengangkutan.
Hingga, hewan ternak mengalami stres selama perjalanan yang menyebabkan penyusutan bobot sampai 20%. Tak hanya menurunkan kualitas hewan ternak, hal ini juga berdampak pada penurunan harga ternak sapi yang merugikan para pemilik/pengusaha ternak.
Maka, Kapal Ternak hadir dengan spesifikasi khusus sebagai angkutan ternak. Desain dan fasilitas Kapal Ternak mengusung aspek kesejahteraan hewan (animal welfare). Dengan mengedepankan aspek animal welfare, kapal didesain agar tercipta kondisi yang nyaman bagi ternak selama dalam pengangkutan.
Selain meminimalkan penyusutan bobot ternak, prinsip tersebut juga bertujuan untuk mencegah kematian ternak akibat penanganan yang tidak layak selama berada di kapal. Aspek animal welfare direalisasikan melalui penyediaan beragam fasilitas bagi ternak, seperti pakan dan minum ternak selama pelayaran serta pelayanan penanganan ternak oleh dokter hewan, mantri hewan, dan kleder.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut R. Agus H. Purnomo menegaskan bahwa Kapal Ternak didesain khusus agar hewan ternak dalam kondisi sehat, mulai dari pelabuhan asal sampai tujuan. Tidak ada unsur pemaksaan selama proses pelayaran, dari hewan ternak diangkut hingga diturunkan.
“Jadi, hewan ternak benar-benar di-treatment supaya tetap dalam kondisi fit, sehat, dan tidak stres, baik selama di kapal sampai dengan tempat tujuan. Dengan Kapal Ternak ini, istilahnya, kami ‘menghewankan’ hewan ternak,” imbuh Agus Purnomo.
Pertumbuhan
Sepanjang enam tahun penyelenggaraannya, Kapal Ternak mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya, baik dari jumlah armada, trayek, ternak yang diangkut, hingga pelabuhan bongkar dan muat.
Bermula pada 2015, KM Camara Nusantara 1 beroperasi pertama kali melalui penugasan kepada PT Pelni. Saat itu, KM Camara Nusantara 1 baru melayani 1 trayek yang singgah di 4 pelabuhan muat dan 4 pelabuhan bongkar. Adapun realisasi muatan perdana KM Camara Nusantara 1 sebanyak 353 ekor ternak.
Kini, Kapal Ternak telah melayani 6 trayek dengan 6 Kapal Ternak, yaitu KM Camara Nusantara 1—6, yang telah mengangkut hingga 10.890 ekor ternak (Mei 2021). Setiap Kapal Ternak memiliki kapasitas ruang muat hingga 150 ton dan mampu mengangkut ternak sapi sebanyak 550 ekor dalam satu kali perjalanan
Tak hanya jumlah trayek dan kapal yang bertambah, jumlah pelabuhan muat dan bongkar pun mengalami peningkatan menjadi 10 pelabuhan muat dan 7 pelabuhan bongkar. Pertumbuhan Kapal Ternak, terutama dari sisi realisasi muatan, diyakini akan terus menunjukkan tren positif sekalipun di masa pandemi Covid-19.
Optimisme tersebut didasari pada kebiakan yang ditetapkan Kemenhub sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama kali pada Maret 2020 lalu. Dalam kebiakannya, Kemenhub menegaskan bahwa distribusi logistik tidak boleh dihambat, termasuk distribusi hewan ternak.
Kebiakan itu pun menumbuhkan optimisme PT Pelni sebagai operator Kapal Ternak KM Camara Nusantara 1. PT Pelni memproyeksikan realisasi muatan pada 2021 akan mencapai 8.000 ekor ternak atau meningkat 21% dibanding tahun sebelumnya.
PT Pelni pun telah mencatat tren positif Kapal Ternak sejak awal 2021. Pada Januari 2021, KM Camara Nusantara 1 telah mengangkut 675 ekor sapi dari NTT ke DKI Jakarta. Realisasi muatan tersebut 40% di atas target Januari 2021 yang ditetapkan PT Pelni, yaitu 480 ekor.
Untuk pengoperasian keenam Kapal Ternak, Ditjen Hubla Kemenhub telah menugaskan PT Pelni dan PT ASDP serta menunjuk 2 perusahaan swasta melalui mekanisme pelelangan umum. Adapun keenam Kapal Ternak merupakan buah karya anak bangsa yang dibangun di galangan kapal nasional.
“Ini adalah sebuah kebanggaan sebagai bangsa Maritim. Kita telah membuktikan bahwa galangan kapal nasional telah mampu membuat kapal khusus angkutan ternak yang sangat dibutuhkan untuk mengangkut ternak dari daerah produsen ke konsumen,” ujar Dirjen Agus.
Muatan Balik sebagai Penyeimbang
Sejalan dengan Program Tol Laut, Kapal Ternak juga akan lebih fokus pada muatan balik di 2021. Selain sebagai penyeimbang pembiayaan distribusi logistik, optimalisasi muatan balik akan mendorong perekonomian daerah, terutama wilayah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Dengan fungsi penyeimbang pembiayaan akan dapat mengurangi nilai subsidi sehingga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan penting lainnya. Khususnya, untuk mendukung penanganan pandemic Covid-19 serta upaya pemulihan ekonomi.
Optimalisasi muatan balik Kapal Ternak bisa dilakukan dengan memanfaatkan kapal untuk mengangkut produk-produk atau hasil industri dari sentra konsumen ternak. Muatan balik yang akan diangkut berupa muatan yang sifatnya tidak terkontaminasi aroma kandang sapi ataupun dapat merusak kandang sapi itu sendiri.
Adapun muatan balik yang bisa diangkut saat arus balik, dari Jawa ke NTT, misalnya saja pakan ternak. NTT sebagai produsen hewan ternak—sapi, kerbau, dan babi—tentunya, membutuhkan ketersediaan pakan ternak yang cukup sepanjang tahun. Namun, ketersediaan pakan ternak di NTT kerap terbatas saat kemarau tiba. Maka, diperlukan pasokan pakan ternak dari daerah sumber pakan ternak, seperti Pulau Jawa. Dengan memanfaatkan arus balik Kapal Ternak, biaya angkut pakan ternak tentunya relatif lebih murah.
Disamping fokus pada muatan balik, penyelenggaraan angkutan khusus ternak kini telah menerapkan rangkaian bisnis proses untuk mengoptimalkan layanannya. Penerapan bisnis proses juga bertujuan untuk mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi di lapangan.
Misalnya saja, informasi ternak yang akan diangkut belum terekspos dengan baik. Akibatnya, waktu tunggu kapal menjadi tinggi. Lalu, standar prosedur pengeluaran ternak dari daerah produsen yang belum seragam, pemblokiran sepihak terkait bilik kandang, serta masih terjadi pemukulan oleh kleder di atas kapal.
Untuk itu, sinergi dan koordinasi dengan Pemda setempat dan stakeholder terkait lainnya sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan Kapal Ternak secara optimal, baik sebagai angkutan hewan ternak maupun muatan balik. Termasuk, bersinergi dan berkolaborasi untuk selalu mengutamakan keselamatan pelayaran karena keselamatan pelayaran adalah kebutuhan mutlak dan merupakan tanggung jawab bersama.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat