Profesionalisme Pengemudi Bus BTS

Bukan hal yang gampang memiliki profesi sebagai seorang pengemudi alias sopir. Pasalnya, selain memerlukan keahlian untuk mengemudi dengan baik, seorang sopir juga harus memahami pengetahuan berkeselamatan dalam berkendara secara menyeluruh. Dengan begitu, para penumpang pun merasa aman, nyaman, terjamin keselamatannya. Hal yang sama juga berlaku bagi sopir-sopir bus berskema Buy The Service (BTS).

Profesi sopir disebut-sebut sebagai pekerjaan yang sangat mulia. Setiap harinya, para sopir turut berperan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Mereka mengantarkan para pekerja dan pelajar, memudahkan masyarakat yang ingin mengunjungi sanak saudara, mengantarkan makanan, hingga mendistribusikan kebutuhan pokok dari dan ke suatu wilayah. Pekerjaan para sopir ini sangat berjasa bagi mobilitas kehidupan masyarakat.

Seorang sopir angkutan umum misalnya, mereka bertanggung jawab atas keselamatan para penumpang yang diantar. Sangat penting bagi seorang sopir angkutan umum untuk memahami rambu-rambu, aturan, dan etika berlalu lintas.

Sopir yang tidak disiplin dan ugalugalan, tentu akan membahayakan penumpang sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu, sudah seharusnya sopir menjamin keamanan dan keselamatan penumpang hingga sampai tujuannya.

Lebih dari itu, kenyamanan para penumpang juga menjadi perhatian khusus. Bagi sopir angkutan umum, teknik menyetir kendaraan yang tidak nyaman pasti akan memengaruhi penilaian penumpang terhadap layanan transportasi yang diberikan.

Terlebih saat ini, pemerintah tengah menggelorakan semangat penggunaan angkutan umum massal. Kehadiran sopir yang andal dan berkompeten, diharapkan dapat berkontribusi positif bagi citra layanan transportasi publik sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum massal.

Standar ‘Ketat’ Pengemudi BTS

Bentuk nyata kebutuhan profesionalisme seorang sopir, tecermin dalam implementasi layanan transportasi dengan sistem Buy The Service (BTS). Dalam sistem ini, pemerintah membeli layanan angkutan massal kepada operator, dengan mekanisme lelang berbasis Standar Pelayanan Minimal (SPM) atau quality licensing.

Konsekuensinya, pihak operator wajib melaksanakan SPM yang telah ditetapkan. Adapun SPM tersebut meliputi beberapa aspek. Dalam hal ini, para sopir selaku ‘garda terdepan’ harus mampu menyajikan layanan angkutan yang prima dan berkualitas. Mereka dituntut untuk bertugas dengan sungguh-sungguh. Sebab penerapan program yang juga dikenal sebagai ‘Teman Bus’ ini, diikuti dengan pengawasan ketat dan penerapan sejumlah sanksi atas pelanggaran SPM.

Tidak main-main, armada bus dengan skema BTS dilengkapi dengan berbagai teknologi khusus. Tak hanya CCTV, kinerja para sopir juga diawasi oleh kamera sensor yang langsung terhubung dengan Tim Command Center.

Saat sopir melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan layanan, seperti mengantuk, memainkan ponsel saat berkendara, maka Tim Command Center akan langsung memberikan teguran/peringatan.

Dengan standar profesional yang ketat tersebut, kesejahteraan awak kendaraan BTS menjadi perhatian khusus. Para sopir tidak perlu lagi memikirkan target penumpang, pemerintah menyubsidi 100% biaya operasional kendaraan yang diperlukan untuk melaksanakan SPM yang ditetapkan. Mereka cukup menjalankan layanan angkutan secara profesional, tepat waktu, dan patuh terhadap SPM serta SOP yang berlaku.

Selain itu, sistem setoran diganti dengan gaji bulanan yang cukup tinggi. Para Sopir BTS akan mendapat gaji hampir 2 kali lipat dari UMK daerah setempat, sekaligus dengan perlindungan jaminan pekerja yang terjamin (BPJS). Hal ini tentu akan meningkatkan taraf hidup bagi pengemudi angkutan BTS.

Oleh karena itu, untuk menjadi sopir bus BTS diberlakukan persyaratan yang cukup ketat. Sebagai salah satu daerah penerapan program BTS, Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah X Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Agus Susanto mengakui, rekrutmen pengemudi bus BTS di daerah Jawa Tengah dan DIY dilakukan dengan sangat selektif.

Salah satu persyaratannya adalah tidak merokok. “Mereka tidak bisa merokok selama berkendara. Di angkutan umum kota, membuka kaca bus yang ber-AC bisa diberikan teguran,” imbuhnya.

Selain itu, sebagai bagian dari layanan berkualitas, sopir bus BTS harus berpenampilan rapi, mengenakan seragam berdasi, dan dilengkapi ID Card Driver selama bertugas. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, pihak BPTD Wilayah X juga memberikan pembinaan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan mengemudi para sopir.

Penerapan sistem ini tentunya diharapkan dapat mengoptimalkan layanan transportasi publik yang lebih baik kepada masyarakat. Muaranya, angkutan publik akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam bertransportasi karena adanya kepastian waktu, pelayanan terbaik, aman, dan nyaman selama perjalanan.

Sejak digulirkan pada 2020 lalu, program Teman Bus ini telah dilakukan di lima daerah, yakni Palembang, Medan, Surakarta, Yogyakarta, dan Denpasar. Pada 2021, skema BTS juga rencananya akan diterapkan pada wilayah Bogor, Bandung dan Surabaya.

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp