Merajut Asa dengan Layanan Transportasi Lintas Negara

Pemerataan layanan transportasi hingga ke wilayah perbatasan merupakan bukti kerja nyata Kemenhub dalam mendukung kesejahteraan masyarakat di wilayah pinggiran.

Pembangunan di sebuah negara tak bisa lepas dari peran vital transportasi. Selain merajut kesatuan dan persatuan bangsa, transportasi juga berkontribusi dalam mewujudkan sasaran pembangunan nasional di seluruh wilayah baik di perkotaan, perdesaan, sampai daerah perbatasan.

Dalam proses pengembangan wilayah, transportasi merupakan elemen penting sekaligus kunci mobilitas kegiatan perekonomian, karena transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk struktur ruang wilayah. Melihat fungsinya, transportasi yang ideal berorientasi pada aksesibilitas kegiatan sosial masyarakat baik dalam wilayah maupun keluar wilayah.

Selain itu, transportasi juga berfungsi sebagai penunjang, pendorong, serta penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki potensi namun belum dimaksimalkan. Tentunya, hal tersebut akan memunculkan permintaan akan kebutuhan transportasi untuk mobilitas orang maupun barang dan jasa.

Sedangkan fungsi strategis transportasi bagi kedaulatan negara adalah sebagai kerangka politik, sosial, budaya, serta pertahanan keamanan. Mengacu pada konsep derived demand, transportasi tidak mengenal batas (borderless), sehingga tidak bisa dibatasi atas dasar suatu wilayah administratif tertentu.

Memiliki luas wilayah mencapai 1,9 juta km2 Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Dengan karakteristik wilayah berupa perairan dan daratan, perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga berada di laut dan darat. Di laut, Indonesia berbatasan dengan Singapura, sementara di darat Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Fakta tersebut menghadirkan dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemangku kebijakan (stakeholder) dalam hal penyediaan transportasi. Transportasi di wilayah perbatasan memainkan peran yang sangat penting dalam menghubungkan daerah terpencil dengan pusat ekonomi, sosial, dan politik.

Wilayah perbatasan membutuhkan sistem transportasi yang baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dengan meningkatkan akses pasar, menyediakan lapangan kerja, dan meningkatkan investasi.

Berada di tepi perbatasan antarnegara, wilayah perbatasan seringkali termarjinalkan. Dengan hadirnya infrastruktur yang baik, diharapkan investasi dan pengembangan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pada akhirnya, pertumbuhan wilayah akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakatnya.

Aksesibilitas yang memadai dapat mendukung upaya menciptakan keamanan dan pertahanan nasional. Kehadiran sistem transportasi memungkinkan penempatan personel militer dan distribusi logistik ke wilayah perbatasan, ini sekaligus langkah konkrit dalam menjaga kedaulatan negara.

Menilik urgensi transportasi pada wilayah perbatasan, Presiden Joko Widodo pada 13 April 2021 menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Dari Dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar Dan Perbatasan. Peraturan ini menggantikan Perpres Nomor 70 tahun 2017.

“Kawasan perbatasan adalah beranda depan Indonesia yang mewakili wajah bangsa yang harus terus kita bangun agar bisa menjadi representasi kemajuan Indonesia yang membanggakan seluruh warga,” ucap Presiden Joko Widodo.

Dalam implementasinya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berupaya menyelenggarakan layanan transportasi lintas negara di wilayah perbatasan dalam berbagai jenis moda, mulai dari moda darat, laut, dan udara.

Di wilayah daratan, Indonesia bersinggungan langsung dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, lalu Timor Leste di Nusa Tenggara Timur, serta Papua Nugini di Pulau Papua. Dari tiga lokasi tersebut, perbatasan di Kalimantan dan Nusa Tenggara yang sudah dilayani oleh moda transportasi jalan.

Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) di Kalimantan

Kalimantan Barat menjadi provinsi yang bersebelahan langsung dengan negara bagian Serawak, Malaysia. Sepanjang perbatasan, berdiri tiga Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Republik Indonesia yakni PLBN Entikong, PLBN Nanga Badau, dan PLBN Aruk.

Pos ini menjadi gerbang perlintasan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang bertujuan untuk bekerja, berbelanja kebutuhan sehari-hari, berwisata, berobat, maupun kunjungan kekerabatan. Sementara, warga negara Malaysia yang melewati pos lintas batas kebanyakan bertujuan untuk keperluan wisata ke Singkawang dan bertemu dengan saudara. (Infografis 1)

Dalam memfasilitasi keperluan mobilitas WNI dari dan menuju PLBN, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun infrastruktur jalan aspal yang sudah mulus dari Pontianak sampai ke Entikong, serta Pontianak ke Aruk.

Untuk transportasi, Kemenhub melalui Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIV Provinsi Kalimantan mengoperasikan Terminal Antar Negara Sei Ambawang, terminal tipe A di Kalimantan Barat. Pada 2020 lalu, terminal ini sempat ditutup akibat dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia dan Malaysia. Namun, operasional terminal kembali dibuka pada Juli 2022.

“Ini bukti bahwa pemerintah hadir hingga wilayah ujung atau perbatasan Indonesia,” ujar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

Saat ini, Terminal Sei Ambawang melayani keberangkatan penumpang tujuan Pontianak-Kuching Sentral Complex & Bus Terminal di Malaysia, maupun sebaliknya. Adapun operator bus yang melayani trayek ini adalah DAMRI dan Biaramas, perusahaan otobus (PO) asal Malaysia.

Layanan transportasi darat rute tersebut beroperasi dengan skema transit atau back to back. Penumpang dari Terminal Sei Ambawang akan dibawa sampai PLBN Entikong menggunakan bus DAMRI, selanjutnya dari PLBN Entikong mereka akan melanjutkan perjalanan menuju Kuching dengan bus Biaramas yang telah bekerja sama dengan DAMRI.

“Alhamdulillah dengan dukungan semua pihak, KJRI Kuching terus mendorong dan melakukan upaya perbaikan kondisi ekonomi, salah satunya dibukanya transportasi darat, dari Kalbar ke Kuching, Malaysia, dan sebaliknya,” kata Konsul Jenderal RI di Kucing, Malaysia, Raden Sigit Witjaksono. (Infografis 2)

Keberangkatan bus ALBN dari Pontianak menuju Kuching, Malaysia, untuk sekarang hanya tersedia sekali sehari yaitu di pagi hari. Jadwal tersebut disesuaikan dengan waktu bukatutup perbatasan pada pukul 07.00 – 16.00 WIB. Untuk reservasi tiket, calon penumpang dapat menghubungi +6281254206001 (DAMRI) atau +685245266789 (PO Biaramas).

Selain ke Malaysia, DAMRI juga kembali mengoperasikan bus ALBN dengan rute Pontianak menuju Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, mulai 1 Maret 2023. Perjalanan bus ALBN ini akan melewati rute Pontianak – Entikong – Emplanjau (Malaysia) – Tebedu (Malaysia) – Sri Aman (Malaysia) – Miri (Malaysia) – Bandar Seri Begawan (Brunei Darussalam).

Bagi calon penumpang dapat memulai perjalanan ALBN ini dari Terminal Sei Ambawang di kota Pontianak, sedangkan calon penumpang dari Brunei bisa menaiki bus pemberangkatan awal di McArthur Street, Bandar Seri Begawan.

Perjalanan Pontianak – Bandar Sri Begawan ditempuh kurang lebih selama sembilan jam. Adapun fasilitas on board pada bus rute Pontianak – Brunei Darussalam diantaranya adalah akses wifi, penyejuk udara (AC), reclining seat, audio-video, safety equipment, bagasi, charging plug, toilet, CCTV, GPS, dan selimut. (Infografis 3)

Merajut Konektivitas Antarnegara di Nusa Tenggara

Merealisasikan visi Presiden Jokowi dalam pemerataan pembangunan yang berkeadilan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dan perbatasan, Kemenhub melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat (DJPD) meneken kerja sama dengan Direktur Jenderal Transportasi dan Komunikasi Timor Leste dalam menyelenggarakan angkutan lintas batas negara (ALBN) rute Kupang-Dili.

Dalam implementasi kerja sama bertajuk SOP MoU on Cross Border Movement by Commercial Buses and Coaches, Kemenhub menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan membangun sarana dan prasarana termasuk moda transportasi di kawasan pos lintas batas negara terpadu dan kawasan sekitarnya, termasuk perbatasan Indonesia – Timor Leste. Salah satu wujud kerja sama tersebut adalah peluncuran (flag off) bus rute Kupang (NTT) – Dili (Timor Leste) pada 30 Maret 2023.

“Kalau sekarang angkutan orang nanti kedepan angkutan barang karena potensi ekonomi perbatasan NTT-Timor Leste sangat luar biasa. Pelayanan ALBN memberikan dampak positif dalam memperkuat daya saing dan pertumbuhan di daerah perbatasan,” ucap Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno.

Adapun operator transportasi yang melayani rute ini adalah Perum DAMRI dan perusahaan otobus (PO) Bagong Transport dari Indonesia, sementara operator bus dari Timor Leste yakni Hamutuk Babadok Translog, LDA. Fasilitas yang tersedia dalam armada bus terbagi menjadi tiga antara lain AC dan toilet, AC dan nontoilet serta AC, toilet dan WiFi. (Infografis 4)

Selain angkutan orang lintas negara, Kemenhub tengah membangun terminal barang internasional (TBI) di Motaain, Kabupaten Belu, perbatasan Indonesia – Timor Leste. Untuk proyek tersebut, Kemenhub telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Kemenhub melalui DJPD mengajukan permintaan kepada BNPP berupa penyediaan akses keluar masuk kendaraan kargo ke TBI Motaain, dan penggunaan jalan di dalam Zona Inti PLBN Motaain sebagai jalan perlintasan kendaraan kargo menuju dan dari Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).

“Berdasarkan hal-hal di atas, kami menyarankan pembuatan jalur khusus atau dedicated lanebagi kendaraan kargo yang akan masuk dan keluar TBI Motaain dengan mengintegrasikan jalur tersebut dengan jalur masuk dan keluar PLBN di akhir jalur sebelum melintas ke wilayah RDTL agar tetap tersedia akses untuk koordinasi pemeriksaan dan pelayanan antara petugas di TBI dan petugas di PLBN,” jelas Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP, Robert Simbolon.

Di sektor perhubungan laut, pemerintah membangun Pelabuhan Atapupu di Kabupaten Belu. Untuk proyek ini, pemerintah mengalokasikan Rp80 miliar dari APBN. Sedangkan di sektor udara, Kemenhub tengah mengevaluasi keberadaan bandara-bandara yang ada di NTT, khususnya yang berada di perbatasan seperti Bandara A.A. Bere Tallo di Atambua.

Hal tersebut ditujukan agar konektivitas lebih maksimal. Selain itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) juga telah mengusulkan pembukaan penerbangan dari beberapa daerah di Indonesia ke Dili, Timor Leste.

Menjajaki Transportasi Lintas Negara di Papua

Indonesia berbatasan langsung dengan Papua Nugini di timur, tepatnya di Pulau Papua. Saat ini, terdapat setidaknya 7.500 WNI di Papua Nugini yang bekerja di sektor pertambangan, perdagangan, dan sektor nonformal lain.

Oleh karena itu, pengelolaan wilayah perbatasan menjadi perhatian besar kedua negara mengingat potensi yang bisa dikembangkan dalam meratakan pembangunan. Sejak 2021 lalu, pemerintah Indonesia intens mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemangku kebijakan (stakeholder) Papua Nugini di berbagai sektor, termasuk transportasi.

Menhub Budi Karya Sumadi telah bertemu dengan Duta Besar RI untuk Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, Andriana Supandi, membahas peluang kerja sama sektor transportasi antara Indonesia dan Papua Nugini. Melihat kondisi geografis kedua negara di moda transportasi yang paling memungkinkan adalah darat dan udara.

Di bidang perhubungan darat, Kemenhub menjajaki pembukaan rute lintas batas negara yang akan dioperasikan oleh DAMRI. Untuk rencana tersebut Kemenhub telah meminta kepada Ditjen Perhubungan Darat menyusun draf Memorandum of Understanding(MoU) sebagai dasar hukum kerja sama lintas batas negara.

Sejalan dengan rencana tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melanjutkan pembangunan proyek strategis yakni jalan perbatasan Republik Indonesia dengan Papua Nugini. (Infografis 5)

Di bidang perhubungan udara, Kemenhub tengah menjajaki pembukaan rute penerbangan langsung dari Indonesia ke Papua Nugini. Sebelumnya, kedua negara telah menandatangani perjanjian penerbangan lintas perbatasan pada Juni 2013. Dalam perjanjian disebutkan kedua negara dapat melakukan penerbangan menuju kota Jakarta dan Denpasar untuk Indonesia, serta Port Moresby dan Lae untuk Papua Nugini.

Penjajakan layanan transportasi lintas batas negara dengan Papua Nugini mendapat dukungan dari DPR RI. Pada Februari 2023, Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel melakukan kunjungan kerja ke Papua Nugini. Dalam kunker tersebut, Rachmat Gobel membahas kerja sama di bidang transportasi udara dengan Kementerian Perhubungan dan parlemen Papua Nugini.

Pembukaan penerbangan langsung dari Indonesia ke Papua Nugini akan memudahkan mobilisasi barang, jasa dan orang khususnya bagi masyarakat yang berada di perbatasan. Saat ini, jalur penerbangan Indonesia ke Papua Nugini maupun sebaliknya harus transit melalui Filipina dan Singapura, atau alternatif lainnya menggunakan pesawat charter.

Sedangkan, pada subsektor perhubungan laut, pemerintah Indonesia melalui Kemenhub menjajaki peluang bagi para pelaku usaha angkutan logistik dan perkapalan nasional untuk mengembangkan rute pelayaran dari wilayah timur Indonesia menuju Papua Nugini.

Transportasi Laut Masyarakat di Pulau Terluar

Berbeda dengan di Kalimantan Barat (Kalbar) yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara bagian Serawak, Kalimantan Utara (Kaltara) bersebelahan dengan negara bagian Sabah, Malaysia. Selain daratan, teritori Provinsi Kaltara juga mencakup perairan dan pulau-pulau terluar, termasuk Pulau Sebatik.

Di Pulau Sebatik terdapat satu Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang terletak di Desa Sei Pancang. PLBN yang resmi dibangun pada 2021 ini menjadi pintu masuk bagi masyarakat Kaltara yang ingin menyeberang ke negara tetangga, maupun sebaliknya.

Geliat perekonomian di Provinsi Kaltara bergantung pada sektor perdagangan barang dan jasa melalui transportasi laut. Untuk memfasilitasi pergerakan logistik, bahan pangan, maupun manusia, pemerintah melalui Kemenhub membuka rute Tol Laut ke Pelabuhan Nunukan.

Selain sebagai pelabuhan Tol Laut, pelabuhan yang disebut juga Pelabuhan Tunon Taka (Pelabuhan Kita) digunakan untuk bongkar muat barang, peti kemas, dan terminal penumpang domestik lintas negara dengan kota Tawau, Malaysia.

Dalam memastikan aspek keamanan dan keselamatan pelayaran di pelabuhan, telah dilakukan survey hidrooseanografi oleh tim Distrik Navigasi Kelas III Tarakan. Hasilnya, tidak terdapat titik-titik bahaya navigasi sehingga dari segi kedalaman aman dan selamat untuk dilayari serta dilakukan pemasangan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sejumlah delapan unit.

Sempat ditutup akibat dampak pandemi Covid-19, jalur pelayaran Pelabuhan Nunukan – Pelabuhan Tawau sudah kembali dibuka pada April 2022. Di awal pembukaan kembali, operasional kapal angkutan dibatasi tiga kapal setiap hari. Jadwal akan diberlakukan jika situasi dan kebutuhannya memungkinkan.

Kebanyakan masyarakat yang menggunakan transportasi laut dari Pelabuhan Nunukan adalah mereka yang bekerja di sektor nonformal di Malaysia, serta tidak sedikit yang memiliki sanak famili untuk dikunjungi.

Gerbang Udara Penghubung Antarnegara di Kalbar

Menjadi bandar udara terbesar di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Bandara Internasional Supadio terus dikembangkan untuk mendukung peningkatan ekonomi, serta mengakomodir pergerakan orang antarnegara di Pulau Kalimantan.

Pada awal pembangunannya di tahun 1940-an, bandara yang terletak di Kabupaten Kubu Raya ini bernama Bandara Sungai Durian. Pada tahun 1980-an, nama bandara diubah menjadi Bandara Supadio yang masih dipakai hingga sekarang.

Tahun 2017, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meresmikan wajah baru Bandara Internasional Supadio. Dengan luas 528 hektar, Bandara Supadio memiliki landas pacu dengan dimensi 2.250 meter x 45 meter, terminal penumpang dengan interior mengadopsi ornament Dayak seluas 32.00 meter persegi. Terminal baru ini mampu menampung hingga 4 juta penumpang per tahun.

Untuk mengakomodir peningkatan penumpang setiap tahun, operator bandara menambah sarana sisi darat yakni tiga unit garbarata. Dengan demikian, sampai tahun ini sudah ada tujuh garbarata di Bandara Internasional Supadio.

“Secara basic ini adalah komitmen Indonesian sentris dari pemerintah. Karena kita lihat bahwasanya Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat adalah satu preferensi yang juga potensial untuk dikembangkan untuk kegiatan ekonomi dan juga pariwisata,” sebut Menhub Budi Karya Sumadi.

Pengembangan bandara kebanggaan warga Kalbar terus berlanjut di tahun ini, yakni perpanjangan runway dari 2.250 meter menjadi 2.600 meter. Dengan dimensi panjang terbaru, Bandara Supadio nantinya siap melayani penerbangan pesawat berbadan lebar.

“Saat ini sedang proses verifikasi yang rencananya sudah bisa digunakan pada Oktober 2023 nanti,” jelas Executive General Manager (EGM) PT Angkasa Pura II Bandara Supadio Pontianak, Muhamad Iwan Sutisna.

Layanan Bandara Supadio pernah jadi yang terbaik di level internasional untuk kategori bandara berkapasitas 2-5 juta orang per tahun. Berdasarkan survei Airport Service Quality(ASQ) Quarter II/2017, Bandara Supadio berada di urutan pertama dari 80 bandara. Survei ASQ diadakan oleh Airport Council International (ACI) sebagai tolok ukur dalam industri penerbangan global. (Infografis 6)

“Sedangkan rute internasionalnya menuju ke Kuala Lumpur dan Kuching. Rute internasional dari bandara ini pertama kali dibuka pada tahun 1989,” tambahnya.

Selain menjadi ibu kota Kalimantan Barat (Kalbar), Pontianak merupakan daya tarik pariwisata. Kota yang dihuni oleh campuran etnis Tionghoa, Melayu, dan Dayak menawarkan berbagai wisata heritage, mulai dari bangunan, perayaan keagamaan, kesenian, sampai kuliner.

Warga keturunan Tionghoa setiap tahun menggelar perayaan Tahun Baru Cina atau umum dikenal sebagai Imlek, lengkap dengan pesta kembang api, pementasan tarian, dan barongsai. Selain itu, upacara Sembahyang Kubur warga Tionghoa juga menarik banyak wisatawan.

Perayaan lain yang tak kalah menarik adalah Gawai Dayak. Akulturasi budaya di Pontianak semakin terasa saat perayaan hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, maupun Natal.

Tak bisa dipungkiri, kekayaan budaya tersebut menjadi magnet pariwisata Pontianak sebagai melting point di Provinsi Kalimantan Barat. Sejak pandemi Covid-19 melandai, Bandara Supadio mengalami peningkatan jumlah penumpang 60-70% dibandingkan tahun 2022.

“Adanya berbagai jenis perayaan tersebut justru dapat mendongkrak peningkatan jumlah penumpang pesawat secara signifikan. Kami akan melihat seberapa besar demandyang ada saat ini, sehingga infrastruktur dan fasilitas yang kami siapkan sekarang maupun nantinya apakah masih memungkinkan atau tidak,” terang Iwan.

Namun demikian, keberadaan Bandara Supadio sebagai pintu gerbang wisatawan ke Pontianak perlu dukungan sarana dan prasarana transportasi menuju lokasi wisata. Hal tersebut sesuai dengan empat aspek yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pariwisata yakni aksesibilitas, attraction, manifest, dan operator.

Oleh karena itu, sinergi antar stakeholder terkait baik pemerintah kota, pemerintah daerah, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota, Dishub Provinsi, walikota, bupati, gubernur, operator penerbangan, dan para pebisnis di kota Pontianak sangat penting dalam memenuhi aspek-aspek tersebut, terutama transportasi.

Sebagai bandara internasional, Bandara Supadio juga mengakomodir penerbangan kargo dan lintas negara. Sejalan dengan rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Penajam Paser Utara, dampaknya akan dirasakan kota-kota besar lain di pulau Kalimantan tidak terkecuali Pontianak. Pergerakan logistik baik bahan pokok maupun industri harus direspon dengan menyiapkan infrastruktur transportasi yang memadai.

“Nantinya runway ultimate di masterplan kami panjangnya akan menjadi 3.000 meter, termasuk perluasan kargo maupun pengadaan bisnis center,” ungkapnya.

Saat ini, Bandara Supadio tercatat sebagai bandara penyedia layanan kargo terbesar nomor empat di Indonesia. Dalam sehari, layanan kargo di bandara ini rata-rata 60 – 80 ton kargo untuk yang datang. Sedangkan untuk yang berangkat sekitar 2 – 6 ton, dan paling banyak hingga 15 ton kargo yang bersifat konsumtif.

Penambahan runway Bandara Supadio pada tahun ini ditujukan agar dapat melayani penerbangan internasional yang menggunakan pesawat wide body Airbus A330.

“Diharapkan nantinya para jamaah haji Kalimantan Barat bisa langsung berangkat dari Bandara Supadio ini,” Iwan melanjutkan.

Geografis Kalbar yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia menjadikan Bandara Supadio sebagai bandara hub bagi para penumpang dari bandara-bandara perintis seperti di Tebelian dan Sintang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Kuching (Malaysia) maupun kota besar lain.

Sebelum pandemi Covid-19, penerbangan internasional melalui Bandara Supadio didominasi para pekerja migran maupun mereka yang ingin berobat ke negara tetangga. Namun, sejak pandemi melanda, penerbangan lintas negara melalui Bandara Supadio ditiadakan hingga saat ini.

Mengatasi hal tersebut, pekerja migran dari penjuru Indonesia turun di Bandara Supadio kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan transportasi darat menuju ke lima Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kalimantan Barat.

“Selanjutnya, di PLBN para pekerja migran sudah ada semacam agen yang mengurus untuk lanjut ke angkutan travel khusus menuju tempat tujuan,” ujar Iwan.

Dalam memastikan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan di Bandara Supadio, operator menerapkan standar keamanan dan keselamatan penerbangan 3S + 1C yakni safety (keselamatan), security (keamanan) dan services (pelayanan), serta compliance (pemenuhan) terhadap aturan yang berlaku.

Standar keamanan dan keselamatan penerbangan yang diterapkan selalu mengarah pada SLA (Service Level Agreement) dan LOS (Level of Service). Keduanya menjadi jaminan baik kepada eksternal maupun internal.

“Caranya dengan memastikan semua jenis fasilitas, infrastruktur maupun SDM yang harus dijalankan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang baik dan benar,” jelasnya.

Beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi layanan, operator Bandara Supadio menerapkan layanan electronic-Tourist Information Center (e-TIC) dan TIC. Layanan yang mengacu pada konsep cleanliness, health, safety and environment (CHSE) ini ditempatkan di public hall terminal kedatangan.

eTIC dan TIC dilengkapi fitur virtual tour yang berfungsi memberikan gambaran digital mengenai informasi pariwisata di wilayah Kalimantan Barat. Dua layanan tersebut merupakan hasil kerja sama antara PT Angkasa Pura II Kantor Cabang Bandara Internasional Supadio Pontianak dengan Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Kalimantan Barat.

Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata, Windy Prihastari mengatakan keberadaan TIC untuk mempromosikan produk-produk wisata dan ekonomi kreatif yang ada di Kalimantan Barat.

“Ini adalah salah satu kebangkitan pariwisata, khususnya di Kalimantan Barat, di mana kita tentunya menginginkan kunjungan wisatawan, baik di dalam negeri maupun wisatawan yang di luar negeri,” jelasnya.(*)

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp