Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (DJPD) secara intens menggelar operasi penegakan hukum terhadap angkutan barang yang melebihi dimensi dan muatan berlebih atau Over Dimension Over Loading (ODOL). Langkah ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia bebas ODOL pada 2023.
Keberadaan truk dengan ukuran dan muatan berlebih menjadi hal menakutkan dan membahayakan keselamatan masyarakat pengguna jalan. Selain itu, intensitas lalu lalang truk berbobot melebihi batas normal menjadi penyebab rusaknya sejumlah ruas jalan. Jalan rusak bukan hanya menghambat arus lalu lintas, tetapi juga memicu kecelakaan yang menimbulkan kerugian materi dan jiwa.
Berdasarkan data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri, sepanjang 2021 terjadi 57 kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh truk ODOL yang mengakibatkan 22 korban meninggal dunia.
Sementara itu, Kementerian Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terpaksa menggelontorkan dana mencapai Rp43 triliun untuk membiayai perbaikan jalan yang rusak akibat truk ODOL selama sepanjang tahun lalu.
Sejak akhir 2021, Kemenhub mulai menindak tegas angkutan barang dengan ukuran dan muatan yang melebihi batas aman. Pelaksanaannya dilakukan di titik-titik pengawasan, jembatan timbang atau Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) secara serentak di seluruh Indonesia.
Kemenhub menargetkan pada 2023 Indonesia bebas dari angkutan barang dengan ukuran dan muatan berlebih di semua ruas jalan. Untuk itu, hingga Desember 2022 Kemenhub akan mengintensifkan kolaborasi dengan sejumlah pihak, antara lain pemerintah daerah, dinas perhubungan, Korlantas Polri dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam melakukan penindakan, pengawasan, penertiban dan normalisasi kendaraan dengan ukuran dan muatan berlebih.
DJPD sebagai perpanjangan tangan Kemenhub yang mengurusi transportasi darat telah menyiapkan empat strategi untuk menuntaskan masalah ODOL, yakni melakukan edukasi dengan cara preventif, melakukan penegakan hukum, membangun terminal barang yang terintegrasi, dan pemberian insentif bagi angkutan barang.
“Kita lebih utamakan [pendekatan] preventif edukatif terutama untuk [kendaraan angkutan] sembako. Penegakan hukum selektif akan dikenakan melihat persentase pelanggaran dan komoditas barang yang dibawa,” jelas Staf Utama Menteri Perhubungan Bidang Transportasi Darat dan Konektivitas Budi Setiyadi.
Pendekatan preventif yang dilakukan oleh DJPD mencakup imbauan kepada pengusaha angkutan barang untuk menormalisasi ukuran serta muatan armada. Sepanjang 2021, tercatat ada 1.511 kendaraan pengangkut yang telah dinormalisasi ukuran serta muatan. Jumlah tersebut berasal dari tiga provinsi yakni Banten, Jawa Barat dan Kalimantan Barat.
DJPD mengingatkan para pengusaha angkutan barang serta pengemudi tidak perlu khawatir karena regulasi yang berlaku saat ini merupakan penguatan dari peraturan yang sudah ada, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Ini sudah tidak bisa ditunda. Target milestone ini seharusnya berlangsung di 2021, tapi karena permintaan penundaan, jadi kami tunda ke 2023,” Budi menambahkan.
Sinergi dan Pengembangan Teknologi
Menuju zero ODOL pada 1 Januari 2023, pengawasan dan penindakan truk ODOL harus mengacu pada empat tahapan. Pertama, pembentukan satgas (task force) normalisasi, penyidikan dan penuntutan oknum yang melanggar, tilang dan penurunan barang, serta penundaan perjalanan.
Zero ODOL nantinya bukan hanya diterapkan di seluruh jalan tol dan non tol Indonesia. Dalam penerapannya, DJPD menggandeng kepolisian dalam pelaksanaan izin uji tipe kendaraan. Nantinya, untuk menghindari kendaraan ODOL setiap wajib bayar yang akan mengajukan pembuatan atau perpanjang masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) harus melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) terlebih dahulu.
“Ada beberapa karoseri yang tidak bekerjasama dengan baik dengan perhubungan darat, kemudian langsung didaftarkan ke Kepolisian sebelum mempunyai SRUT. Diharapkan dengan MoU ini tidak ada lagi kendaraan yang seperti itu,” terangnya.
Sedangkan untuk mengawasi angkutan barang di jalan tol, DJPD telah memasang alat timbang berupa Weight In Motion (WIM) di beberapa ruas jalan tol. Alat ini mampu mendeteksi secara pasti apakah kendaraan memiliki muatan berlebih atau tidak tanpa harus berhenti. Untuk menjamin keakuratan WIM, DJPD bekerja sama dengan Badan Metrologi untuk uji tera dan kalibrasi peralatan.
“Kami sudah memberikan waktu lima tahun untuk perusahaan logistik melakukan penyesuaian. Kami berharap tidak hanya pemerintah yang proaktif dengan kebijakan ini, tetapi para pelaku ODOL bisa melakukan normalisasi secara mandiri,” pungkasnya.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat