Mengintip Kebijakan Green Transportation Inovatif di Prancis dan Jepang

Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada sektor transportasi turut menyumbang emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Kondisi ini mendorong banyak negara berinisiatif menerapkan kebijakan transportasi ramah lingkungan (green transportation policy), seperti yang dilakukan Prancis dan Jepang.

Prancis

Prancis punya kebijakan transportasi ramah lingkungan yang terbilang inovatif. Sebagai pasar mobil terbesar kedua di Eropa—setelah Jerman, Prancis sudah menerapkan kebijakan Green Tax dan Heavy Tax sejak 2021 lalu.

Green Tax adalah biaya emisi karbon yang harus dibayar pemilik mobil. Prancis menetapkan retribusi maksimum, yaitu sebesar 50 ribu Euro (Rp. 831,3 juta)* untuk mobil yang mengeluarkan emisi lebih dari 225 gram karbon dioksida per kilometer. Sebagai perbandingan, Belgia dan Italia menetapkan tarif tertinggi hanya 2 ribu Euro (Rp. 33,2 juta).

Heavy Tax diberlakukan bagi kendaraan baru dengan berat lebih dari 1.800 kilogram, terutama kendaraan jenis SUV dan kendaraan roda empat besar lainnya. Besaran tarif yang harus dibayar adalah 10 Euro (Rp. 166 ribu) per kilogram lebihnya. Heavy Tax tidak dikenakan bagi kendaraan listrik dan bermesin hybrid.

Kebijakan Prancis yang terbilang ekstrem adalah dihapusnya penerbangan domestik jarak pendek pada 2021, yaitu penerbangan antarkota di Prancis, seperti Paris, Nantes, Lyon, atau Bordeaux. Rute penerbangan yang dihapus merupakan rute perjalanan yang dapat ditempuh dengan kereta api dalam waktu kurang dari 2,5 jam.

Prancis juga memberlakukan aturan yang anti-mainstream dengan mewajibkan produsen mobil untuk menyertakan ajakan beralih ke transportasi yang lebih hemat energi—seperti angkutan umum, bersepeda, atau berjalan kaki—dalam materi iklannya. Jika iklan tidak mengandung pesan ramah lingkungan, produsen mobil akan dikenai denda sampai 50 ribu Euro (Rp. 831,5 juta). 

*kurs per Oktober 2023 (1 Euro = Rp. 16.625)

Jepang

Yang menarik dari kebijakan transportasi ramah lingkungan di Jepang adalah pemerintah Negeri Matahari Terbit tidak membatasi atau melarang secara langsung masyarakatnya untuk memiliki kendaraan bermotor. Namun, kebijakan pemerintahnya hanya membatasi dari sisi eksternal pendukung yang justru akan “merepotkan” pemilik kendaraan dan membuat mereka berpikir matang jika ingin memiliki kendaraan.

Misalnya saja, kebijakan penyediaan tempat parkir yang sangat terbatas, seperti gedung kantor pemerintah di Tokyo yang hanya berkapasitas parkir 20 sampai 40 mobil setara sedan. Gedung perniagaan memiliki kapasitas lebih besar, bisa sampai 100 kendaraan, tetapi biaya parkir yang terbilang mahal, yaitu 600 yen (Rp. 63 ribu).*

Untuk perkantoran swasta atau pertokoan, kebanyakan tidak memiliki tempat parkir sendiri. Parkir mobil di tepi jalan diperbolehkan di ruas jalan tertentu dengan maksimum waktu parkir 15 – 60 menit dan biaya mulai dari 300 yen (Rp. 32 ribu) sekali parkir. Di beberapa wilayah, terdapat tempat parkir umum berkapasitas maksimum 10 – 30 kendaraan dengan biaya mulai dari 800 yen (Rp. 84 ribu) per jam.

Ketika akan membeli kendaraan baru, pemilik kendaraan mau tidak mau harus menjual kendaraan lamanya. Jika tidak terjual, kendaraan lama harus dimusnahkan (scrapping) dengan biaya 70 ribu – 150 ribu yen (Rp. 7.3 juta – Rp. 15,7 juta) tergantung ukuran kendaraan.

Pembeli kendaraan juga harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan tempat parkir, baik milik pribadi maupun sewa. Ketentuan jarak tempat parkir sewa maksimum 2 km dari rumah dengan biaya sewa 30 ribu – 40 ribu yen (Rp. 3,15 juta – Rp. 4,2 juta) per bulan.

Selain aturan terkait parkir, pemerintah Jepang juga menetapkan tarif tol dan harga BBM yang cukup tinggi. Tarif tol dikenai sebesar 600 yen (Rp. 63 ribu) untuk jarak terdekat dan 3.000 yen (Rp. 314 ribu) untuk jarak terjauh. Sedangkan harga BBM tergantung kualitasnya, berkisar antara 140 – 170 yen per (Rp. 15 ribu – Rp. 18 ribu) liter.

Kebijakan lain yang juga sangat berperan dalam membatasi jumlah kendaraan di Jepang, yaitu aturan ketat dalam penerbitan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Namun, pemerintah Jepang juga mengimbangi kebijakan tersebut dengan pemenuhan transportasi umum yang layak, aman, dan nyaman, seperti bus dan kereta. Pemerintah Jepang menetapkan aturan tentang pengoperasian angkutan umum sehingga kualitas sarana prasarana dan standar pelayanannya dapat terjaga.

Di sisi lain, pemerintah Jepang juga mendorong pengusaha angkutan umum untuk menyediakan armada angkutan yang memadai serta mudah dijangkau dan menjangkau berbagai wilayah. Pengusaha angkutan juga mendapatkan kompensasi berupa kemudahan dan keringanan pajak serta subsidi.

*kurs per Oktober 2023 (1 Yen = Rp.105)

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp