Optimalisasi Peran
e-Pilotage merupakan program quick wins yang digulirkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubla Kemenhub) guna mengoptimalkan peran stasiun VTS dalam memandu lalu lintas kapal di alur pelayaran maupun selat di perairan Indonesia. Sistem pemanduan elektronik ini diyakini akan mendorong pemanfaatan teknologi VTS dengan lebih efektif dan efisien.
Di sisi lain, optimalisasi peran VTS tentunya akan mampu meningkatkan layanan kepelabuhanan dalam rangka peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan maritim. Ditinjau dari aspek ekonomi, implementasi e-Pilotage dapat menjamin kelancaran logistik di seluruh wilayah Indonesia yang akan bermuara pada peningkatan daya saing ekonomi nasional.
Optimalisasi peran VTS mencakup pemanfaatan fitur-fitur VTS, seperti alert pada reporting point komunikasi, desain alur, dan zonasi perairan yang ditetapkan. Selain itu, optimalisasi juga meliputi pemanfaatan CCTV Surveillance VTS dan Radar.
Dalam implementasinya, e-Pilotage menghadirkan tantangan tersendiri bagi Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla selaku regulator sekaligus pelaksana. Di antaranya, tantangan dalam penetapan alur pelayaran, lantaran banyaknya alur pelayaran serta luasnya wilayah perairan Indonesia. Untuk itu, diperlukan kerja keras dan disiplin, terutama dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) serta sarana dan prasarananya.
4 VTS
e-Pilotage akan dilaksanakan di Selat Malaka, Singapura, dan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). Untuk itu, Ditjen Hubla telah menetapkan 4 stasiun VTS sebagai pilot project sepanjang tahun 2020, yaitu VTS Batam, VTS Tanjung Priok, VTS Benoa, dan VTS Tarakan. Di 4 stasiun VTS inilah, akan dilakukan uji coba (test bed) e-Pilotage.
Pelaksanaan test bed mengacu pada ketentuan International Maritime Organization (IMO). Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan input serta evaluasi guna menyiapkan sarana dan prasarana serta regulasi pelaksanaan e-Pilotage yang didasari pada karakteristik traffic dan alur pelayaran.
“Dengan pelaksanaan test bed, kami bisa memperoleh gambaran utuh terkait pelaksanaan e-Pilotage yang dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan internasional serta best practice di negara lain. Termasuk, gambaran tentang kendala dalam operasionalnya,” ujar Direktur Kenavigasian Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan RI Hengki Angkasawan.
Test Bed
Sebelum dilakukan test bed, VTS dipastikan telah berfungsi sesuai standar piloting internasional untuk melakukan navigasi bagi kapal, baik di alur pelayaran, area labuh jangkar, maupun kolam pelabuhan. Sebagai informasi, Indonesia telah memiliki 23 stasiun VTS yang telah berstandar internasional.
Kemudian, dilaksanakan pula penyiapan dari aspek SDM. Dalam hal ini, seorang operator VTS harus memiliki kemampuan setara dengan seorang pandu yang menguasai bidang nautika serta mengantongi legalitas jenjang ANT 3, 2, 1. Disamping itu, operator VTS juga harus memiliki kompetensi bersertifikat di bidang pengawakan kapal, keselamatan (safety), dan keamanan (security).
Dalam pelaksanaan test bed, Ditjen Hubla c.q. Direktorat Kenavigasian dan Direktorat Kepelabuhanan akan berkoordinasi dengan Distrik Navigasi, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta PT Pelindo I—IV. “Masing-masing memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan test bed ini,” jelas Hengki.
Distrik Navigasi akan berperan dalam menyiapkan SDM terkait VTS. Selain itu, berkoordinasi dengan vendor penyedia peralatan untuk menyiapkan keandalan peralatan VTS, termasuk pelaksanaan kalibrasi dan validasi peralatan. Sementara itu, PT Pelindo I—IV akan memfasilitasi kapal untuk pelaksanaan test bed sekaligus menyiapkan pilot/pandu yang kompeten.
Melalui keterangan persnya, Hengki menegaskan bahwa kehadiran e-Pilotage tidak menggantikan pandu secara fisik. Namun, memberikan tambahan opsi alat bantu guna memudahkan pemanduan kapal. Dengan demikian, pemanduan tetap dilaksanakan oleh pandu, tetapi pelaksanaannya bisa secara remote dengan menggunakan data dari VTS.
“Pandu akan melakukan supervisi di kapal. Begitu juga di VTS, ada pandu yang bertugas. Antara pandu di VTS dan operator VTS, memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Di mana, operator VTS akan memberikan instruksi secara umum, lalu akan dilaksanakan secara detail oleh pandu,” pungkas Hengki.

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat