Pada Gasetir Nasional (2020), tercatat sebanyak 16.771 pulau (besar dan kecil) berada di wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Dari jumlah tersebut, terdapat 111 pulau kecil dan terluar yang telah ditetapkan dalam Keppres No. 6 tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Wilayah kepulauan menjadikan negeri ini kaya akan potensi alam lautnya. Namun, di sisi lain, dibutuhkan konektivitas antarpulau agar terbuka akses layanan transportasi bagi masyarakat. Khususnya, masyarakat yang bermukim di wilayah Tertinggal, Terluar, Terdepan, dan Perbatasan (3TP).
Maka, sejak kehadirannya pada 1974, pelayaran perintis pun menjadi andalan agar ketersediaan layanan angkutan laut bisa dirasakan masyarakat hingga pelosok Tanah Air. Angkutan laut perintis adalah layanan angkutan perairan yang diselenggarakan untuk menjangkau daerah yang belum atau tidak terlayani angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial.
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 35 Tahun 2017, angkutan laut perintis dikelola dan dijalankan oleh Pemerintah. Dalam hal ini, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Hubla mengoperasikan kapal- kapal perintis bernama “Sabuk Nusantara”.
Pada 2016, penyelenggaraannya mendapat alokasi anggaran dari APBN, sebagaimana tertuang dalam Permenhub Nomor 4 Tahun 2016 yang diberikan dalam bentuk subsidi operasional.
Adapun penetapan jaringan trayek dilakukan berdasarkan usulan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/ Kabupaten) yang disampaikan melalui Dinas Perhubungan Provinsi kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Penetapan jaringan trayek ditegaskan dalam Permenhub Nomor 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.
Rute
Penyelenggaraan angkutan laut perintis bertujuan untuk menyediakan layanan angkutan penumpang dan barang. Sejak Program Tol Laut digulirkan pada 2015 lalu, angkutan laut perintis pun menjadi pendukung utama Program Tol Laut.
Setiap tahunnya, penyelenggaraan angkutan laut perintis berkembang cukup signifikan. Mulai dari jumlah trayek, jumlah armada, jumlah pelabuhan pangkal dan singgah, hingga jenis kapalnya.
Pada 2015, angkutan laut perintis melayani 86 trayek dengan armada 52 kapal negara dan 34 kapal swasta. Kemudian, rutenya berkembang menjadi 113 trayek yang dilayani 107 kapal negara utama dengan 6 kapal negara pengganti dan 6 kapal swasta.
Dari sisi operasional, pada 2015, seluruh rute perintis diselenggarakan melalui pelelangan umum kepada perusahaan pelayaran swasta. Barulah pada 2016, operasionalnya dilaksanakan melalui penugasan kepada PT Pelni dan pelelangan kepada swasta.
Pada 2021, Ditjen Hubla meningkatkan jumlah rute angkutan perintis menjadi 118 trayek. Kemenhub juga menambah alokasi anggaran subsidi angkutan laut dari Rp1,49 triliun (2020) menjadi Rp1,78 triliun (2021). Alokasi subsidi tersebut diperuntukkan bagi angkutan laut perintis, tol laut, kapal rede, dan kapal ternak.
Kapal Rede
Guna mengoptimalkan angkutan laut perintis, Ditjen Hubla juga menyelenggarakan rute kapal perintis rede. Kapal rede adalah jenis kapal penyeberangan yang bisa berlayar di perairan dangkal sehingga bisa menjangkau sampai ke pinggir pantai/pesisir pulau.
Kapal perintis rede terintegrasi dengan rute kapal perintis. Dengan kemampuannya menjangkau wilayah perairan dangkal, kapal rede berperan sebagai feeder antara pelabuhan kapal utama dengan pelabuhan di perairan dangkal yang tidak bisa disinggahi kapal-kapal perintis.
Dengan 20 armada, kapal perintis rede mulai beroperasi pada 2019 dengan nama “Gandha Nusantara”. Kapal-kapal tersebut melayani wilayah-wilayah pesisir dan terluar di kawasan timur Indonesia, seperti Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku Tenggara, dan Papua.
Integrasi operasional kapal laut perintis dan kapal rede, misalnya saja, seperti yang dilaksanakan di Larantuka dan Deri, Nusa Tenggara Timur. Untuk menuju Deri atau Larantuka, bisa menumpang Kapal Perintis KM Sabuk Nusantara 108 dari Kupang sampai ke Lewoleba.
Dari Lewoleba, tersedia Kapal Rede KM Gandha Nusantara 14 yang melayani rute Lewoleba – Deri – Larantuka – Deri – Lewoleba.
Sebagai perbandingan, KM Sabuk Nusantara 108 adalah kapal dengan spesifikasi 2000 GT berkapasitas penumpang 466 orang dan kapasitas ruang muat sebesar 100 ton. Sedangkan, KM Gandha Nusantara 14 berkapasitas 58 penumpang dan ruang muat sebesar 10 ton.
Generasi
Melalui penyelenggaraan angkutan laut perintis, Kemenhub tidak hanya menyediakan layanan Kapal Perintis bersubdisi. Melainkan, juga mendorong pembangunan kapal- kapal perintis dalam negeri.
Berdasarkan jenis, kapasitas, dan ukuran kapalnya, penyelenggaraan angkutan laut perintis dibedakan atas tiga generasi. Generasi I (2003—2016) terdiri dari 26 kapal dengan 4 tipe. Kapal-kapal Generasi I mengusung nama-nama gunung dan daerah yang dilalui dalam rute kapal perintisnya, seperti KM Gunung Bintan, KM Banda Naira, dan KM Papua Lima.
Generasi II (2011—2015) dan Generasi III (2016—2018) terdiri dari lima tipe kapal, yaitu 200 DWT, 500 DWT, 750 DWT, 1200 GT, dan 2000 GT. Dengan tema “Menyatukan Nusantara”, kapal Generasi II dan III diberi nama “KM Sabuk Nusantara” yang dimulai dari KM Sabuk Nusantara 27.
Selain perkembangan kapasitas dan ukuran kapal, perubahan di setiap generasi terdapat pada interior kabin dan fasilitas yang disematkan sesuai dengan perkembangan teknologi industri perkapalan. Kapal-kapal generasi selanjutnya direncanakan akan mengusung Smart Green/Echo Ship Green.
Dengan harapan, kapal-kapal perintis tak hanya mampu menjahit konektivitas dan membuka aksesibilitas pulau-pulau terpencil dan terluar. Melainkan, juga menyediakan layanan angkutan laut yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat