Pada tahun 2018, Singkawang dinobatkan menjadi kota toleran nomor satu di Indonesia. Penduduk Singkawang mayoritas merupakan keturunan Tionghoa dari sub-etnis Hakka (Kek) dan Tio Ciu. Mereka hidup dalam harmoni bersama penduduk dari etnis Melayu Singkawang, Dayak, Jawa, Batak, Minang dan Madura.
Akulturasi budaya di Singkawang menelurkan beragam wujud budaya, mulai dari arsitektur bangunan sampai panganan khas. Penasaran apa saja wisata budaya di kota yang sering dijuluki Hongkong-nya Indonesia ini? Simak ulasan berikut.
Kelenteng Thai Pak Kung
Thai Pak Kung terletak di Jalan Sanggau Kulor, Singkawang Timur. Dari pusat kota Pontianak, jaraknya sekitar 157 km dengan lama perjalanan hingga empat jam.
Jauh dari pusat kota tidak membuat kelenteng ini sepi pengunjung. Banyak wisatawan yang berbondong-bondong datang untuk melihat dari dekat keindahan ornamen-ornamen di kelenteng terbesar se-Kota Singkawang ini.
Untuk menuju ke bangunan utama kelenteng, pengunjung harus naik tangga dengan ukiran naga sebagai penghiasnya. Interior kelenteng dihiasi ukiran-ukiran indah yang berada di bagian atap bangunan menghadirkan kesan megah. Lingkungan klenteng dibuat sedemikian rupa layaknya sedang berada di Cina.
Kelenteng Tri Dharma Bumi Raya
Kelenteng Tri Dharma Bumi Raya telah berdiri sejak tahun 1878. Kelenteng ini diyakini sebagai tempat peribadatan umat Tri Dharma tertua di Singkawang. Setiap perayaan Imlek dan Cap Go Meh, kelenteng ini ramai didatangi ribuan orang.
Banyak filosofi terkandung dalam bangunan kelenteng ini. Salah satunya, pada sisi kanan kelenteng terdapat taman dengan lukisan mengenai kehidupan masyarakat Tionghoa yang mencerminkan kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan.
Masjid Raya Singkawang
Masjid Raya Singkawang berlokasi sekitar 200 meter dari Kelenteng Tri Dharma Bumi Raya. Masjid di tengah-tengah kawasan tempat tinggal masyarakat Tionghoa ini seperti menjadi cerminan kerukunan beragama yang sudah berlangsung lama di Kalimantan Barat.
Paduan warna hijau dan putih pada dinding masjid membuat masjid terlihat terang. Gunung Poteng atau dikenal juga dengan Gunung Jempol yang melatari bangunan masjid menambah keindahan masjid ini.
Untuk masuk ke halaman masjid, Anda harus melewati 15 anak tangga yang terletak di sebelah kanan, belakang, dan sisi kiri. Di dalam masjid terdapat tiang penyangga dari kayu ulin yang kokoh menopang masjid, serta lubang ventilasi dengan jendela-jendela besar yang menyejukkan suasana. Menariknya, di samping masjid terdapat ikon berupa tulisan kaligrafi berbentuk orang sedang berdoa sambil duduk bersimpuh.
Pasar Hongkong
Selain perayaan-perayaan yang selalu menjadi daya tarik kota Singkawang, di kota ini juga terdapat pasar legendaris bernama Pasar Hongkong. Dinamai demikian, lantaran pasar pusat kota Singkawang ini memang memiliki suasana yang mirip dengan Hongkong.
Lokasi Pasar Hongkong bersebelahan dengan Kelenteng Tri Dharma Bumi Raya dan Masjid Raya Singkawang. Di Pasar Hongkong ini Anda bisa berburu beragam kuliner khas Singkawang yang masih kental akan budaya Tionghoa.
Rumah Keluarga Tjhia
Bangunan yang didirikan pada 1902 ini tercatat sebagai benda cagar budaya. Sejarahnya, rumah dengan perpaduan gaya Cina dan Eropa ini dimiliki oleh seorang pengusaha sukses dari Fujian bernama Tjhia.
Rumah marga Tjhia didiami oleh keluarga Tionghoa keturunan langsung marga Xie Shou Shi (Tjhia Siu Si). Rumah yang sudah berusia 121 tahun ini sekarang dihuni oleh generasi keenam marga Tjhia.
Dengan luas mencapai 5.000 meter persegi, rumah keluarga Tjhia memiliki empat bangunan. Ruang utama difungsikan sebagai altar dan kelenteng bagi masyarakat yang ingin beribadah.
Choipan
Dari sekian banyak kuliner khas di kota Singkawang, choipan paling banyak dicari wisatawan. Nama choipan berasal dari bahasa Hakka, “choi” yang berarti “sayur” dan “pan” yang berarti “kue”.
Jajanan khas Singkawang ini memiliki tekstur kulit yang kenyal, terbuat dari tepung beras dan tepung sagu. Untuk isiannya bisa berupa bengkoang, ubi, keladi dan rebung yang dicampur ebi atau daun kucai.
Choipan paling nikmat disajikan saat masih panas setelah dikukus. Untuk menambah kelezatannya, Anda bisa memadukannya dengan cocolan sambal atau kecap.
Tidak sulit menemukan kedai yang menjajakan choipan. Salah satunya berada di kawasan tradisional Rumah Tjhia di Jalan Budi Utomo yang buka setiap hari dari jam 8 pagi hingga jam 6 Sore. Harga satu buah choipan terbilang murah yaitu Rp1.500. (*)
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat