Berkunjung ke Pulau Belitung di Provinsi Bangka Belitung (Babel) belum lengkap tanpa mengunjungi sejumlah geosite dengan karakteristik masing-masing. Kondisi geologi serta struktur bentang alam Belitung membuatnya memiliki banyak pilihan destinasi wisata, mulai dari spot batu-batuan, pantai, hingga lubang bekas tambang.
Keunikan geologis, biologis, dan budaya Belitong menjadi pertimbangan UNESCO menetapkan Belitung—orang lokal menyebutnya Belitong—sebagai UNESCO Global Geopark pada 2021. Dengan demikian, Belitong Geopark tercatat sebagai taman geologi keenam di Indonesia.
Penetapan Belitong Geopark oleh UNESCO merupakan buah kerja sama berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat lokal dalam penyusunan dokumen nominasi.
“Geopark Belitong, merupakan geopark nasional Indonesia keenam yang masuk ke dalam daftar UNESCO Global Geopark. Karena Belitung sudah ditetapkan sebagai kawasan geopark global di Indonesia, kami pemerintah bersama masyarakat terus mengembangkan 60 geosite yang telah diinventarisir. Sekarang baru 20 geosite sebagai tempat pariwisata,” ujar Bupati Belitung, H. Sahani Saleh.
Dari banyak geosite yang masuk dalam Belitong Geopark, berikut situs geologi yang menawarkan keunikan serta keindahan alam.
Situs Geologi Batu Granit
Salah satu daya tarik Pulau Belitung adalah kumpulan batu granit berukuran besar yang terdapat di sepanjang pantainya. Batu granit di Pulau Belitung merupakan bagian dari batuan dasar Indonesia bagian barat yang disebut “batolit”.
Umur batuan granit di Pulau Belitung diperkirakan mencapai 65 – 200 juta tahun. Batuan ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat asam dengan kandungan silika lebih dari 65%.
Dari peta geologi, granit tertua berasal dari era Triassic yang tersebar di Belitung bagian Barat Laut, termasuk di Pantai Tanjung Tinggi, Pulau Kepayang, dan Pulau Lengkuas.
Diantara batuan granit yang tersebar, terdapat beberapa yang berbentuk unik seperti batu garuda yang terletak tak jauh dari Pantai Tanjung Kelayang. Disebut batu garuda karena salah satu granit yang bertengger di atas bongkahan batu besar menyerupai burung garuda lambang negara Indonesia.
Berikutnya, ada batu berlayar berupa susunan batu-batu granit raksasa, dimana terdapat dua batu besar yang berdiri vertikal setinggi kurang lebih 10 meter. Dua batu besar tersebut berbentuk seperti layar dengan bentangan pasir putih sebagai kapalnya.
Monumen alam unik lainnya adalah susunan batu granit berjejer paralel dari ukuran paling besar ke ukuran kecil. Sekilas susunan batu tersebut menyerupai logo perusahaan apparel olahraga asal Jerman, Adidas.
Batu Satam
Batu satam merupakan sebuah batu alam langka yang hanya bisa ditemukan di Belitung. Hal inilah yang membuatnya banyak dicari oleh wisatawan.
Batu satam pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh penambang timah pada 1973 di Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit. Menurut sejarah, penamaan batu satam mengacu dari dua suku kata, yaitu ‘sa’ dan ‘tam’ yang berasal dari bahasa China suku Khek yang ada di Belitung. Jika diartikan secara harfiah, ‘sa’ berarti pasir dan ‘tam’ berarti empedu, sehingga satam memiliki arti empedu pasir.
Batu satam dikenal juga dengan beberapa nama lain, tektite dan billitonite. Istilah tektite digunakan oleh para ilmuwan yang meneliti batu satam, sedangkan istilah billitonite digunakan oleh seorang peneliti dari Belanda bernama Ir. N. Wing Easton yang melakukan penelitian terhadap batu satam pada 1922.
Berdasarkan uji ilmiah yang dilakukan oleh Fakultas MIPA Universitas Padjajaran dan Laboratorium Kimia Mineral dan Lingkungan, cikal bakal batu satam berasal dari meteor yang jatuh ke bumi sekitar 700 ribu tahun lalu.
Mitos yang beredar di masyarakat Belitung menyebut batu berwarna hitam pekat ini punya keistimewaan bisa menangkal racun, bahkan menolak gangguan gaib. Oleh masyarakat Belitung, batu satam kerap dijadikan perhiasan dalam bentuk cincin, gelang, dan kalung.
Untuk memastikan keaslian batu satam dari Belitung, sinari batu tersebut dengan cahaya dari senter. Jika terlihat warna hitam sedikit kehijauan, maka dipastikan batu tersebut asli.
Menara Suar Lengkuas
Salah satu objek menarik lainnya di Belitong Geopark adalah bangunan menara suar di Pulau Lengkuas. Menara suar ini berdiri di area seluas 1 hektare.
Untuk mencapai lokasi menara suar, wisatawan bisa menyeberang dari Desa Tanjung Kelayang atau Desa Tanjung Binga di Pulau Belitung dengan menggunakan perahu motor. Waktu tempuh perjalanan laut sekitar 30 menit.
Dibangun pada 1882 oleh perusahaan Chance Brothers & Co yang berpusat di Birmingham, Inggris, menara suar ini awalnya diberi nama Menara Suar L.I. Enthoven. Bangunan setinggi 60 meter ini terdiri dari 17 lantai serta terdapat jendela dengan arah yang berbeda di tiap lantai.
Menara suar ini menawarkan pemandangan gradasi warna laut yang menawan. Air laut yang bening, pantai yang putih bersih, tumpukan batu granit berukuran raksasa, lambaian pohon nyiur yang seperti menari, semua bisa disaksikan dengan jelas bagi wisatawan yang berkunjung ke menara suar Pulau Lengkuas.
Pada tahun 1996, menara suar ini sempat direnovasi sebagai bagian perawatan bangunan bersejarah. Sampai saat ini, menara suar Pulau Lengkuas masih beroperasi dengan sangat baik sebagai petunjuk bagi pelayaran. Waktu operasional menara ini dimulai pukul 17.00 sampai 06.00 pagi.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat