Kalau kebiasaan baru (new normal)
diterjemahkan sebagai semuanya masuk kerja dengan jadwal seperti kondisi sebelum
pandemi bisa dipastikan kapasitas angkutan umum massal di Jabodetabek tidak
dapat menjamin pelaksanaan physical distancing (jaga jarak). Kenapa
demikian? Karena sulit untuk melakukan penambahan kapasitas angkutan umum
massal secara signifikan pada jam-jam sibuk agar tercapai physicall
distancing dengan demand setara dengan pada masa sebelum pandemi.
Misalnya KRL pada
jam-jam sibuk, tentu tidak mungkin menambah kapasitas pada saat itu agar
tercapai setiap kereta hanya maksimal 35 persen dan seluruh penumpang terangkut
(50 persen saja mungkin sudah sangat berat).
Pengalihan ke
angkutan umum massal bus? Bisa jadi ini solusi, namun harus dapat dipastikan
besaran tarif sesuai KRL (siapa yang akan memberikan subsidi?). Selain itu
waktu tempuh pasti jauh akan lebih lama daripada naik KRL.
Kemacetan di
jalan pasti akan lebih parah daripada sebelum pandemi karena mereka yang
memiliki kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil akan menghindari
angkutan umum massal dengan memilih kendaraan pribadi. Di sini juga
tantangannya apakah kebijakan ganjil genap tetap dilaksanakan atau untuk
sementara ditiadakan.
Jika tetap
dilaksanakan namun pemerintah tidak mampu menyediakan ketersediaan angkutan
umum yang memadai untuk physical distancing, maka kebijakan ganjil genap
potensial dipermasalahkan publik.
Yang rasional
sebenarnya adalah agar bagaimana aktifitas atau kegiatan publik pada masa kebiasaan baru dapat dikendalikan
intensitasnya tidak sama seperti pada massa sebelum pandemi. Hal ini sebenarnya
yang menjadi substansi utama dari Keputusan Menteri Kesehatan terkait pedoman untuk
masa kebiasaan baru. Namun
seberapa paham dan konsisten publik terhadap ketentuan ini?
Jadi seharusnya
masa kebiasaan baru tidak
semuanya harus kembali kerja ke kantor seperti sebelum pandemi. Yang masih bisa
Work From Home (WFH) ya semestinya tetap WFH atau minimal ada
pengurangan kehadiran ke kantor. Sektor yang menuntut pekerja harus datang ke
tempat kerja, perlu diatur jadwal kerjanya sehingga bervariasi pergerakan
orangnya, tidak menumpuk pada jam yang sama seperti masa sebelum pandemi. Atau
kalau mau sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan dapat menyediakan
sendiri kebutuhan angkutan untuk para karyawannya, agar terjamin protokol
kesehatan terutama physical distancing.
Menyediakan
angkutan bagi karyawannya bekerja sama dengan perusahaan transportasi umum dapat
membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang alami menuju titik
nadir bisnisnya.
Agar pada saat
penerapan kebiasaan baru khususnya
di Jabodetabek tidak timbul kekacauan di
sektor transportasi. Sebab sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya
namun pada bagaimana
pengaturan kegiatan manusianya.
Tidak hanya
penambahan sarana yang perlu diatur, namun penambahan kapasitas prasarana pendukung
juga harus dipikirkan. Untuk menampung sejumlah pengguna transportasi umum yang
sedang menunggu kehadiran kereta atau bus saat berada di stasiun atau halte
juga perlu diatur. Dengan kondisi kapasitas stasiun dan halte seperti sekarang,
perlu dipikirkan penambahan ruang tunggu sementara di stasiun kereta dan ruang
halte bus tersebut. Di setiap stasiun dapat dilengkapi thermal camera untuk
sensor suhu tubuh. Kalau pengguna bus sensor tersebut dapat disediakan di pintu
masuk bus, sehingga ketika memasuki bus, dapat terdeteksi suhu tubuh dari
wajahnya.
Demikan pula
ruang untuk beribadah (mushola) dan peralatannya juga harus diperhatikan.
Peralatan sholat harus dibawa masing-masing orang. Pihak pengelola tidak perlu
menyediakan peralatan sholat dan meniadakan karpet penutup lantai.
Dapat pula
ditambahkan aturan, seperti membatasi usia (yang rentan terhadap penyakit
menular) pengguna transportasi umum, penggunaan jenis pakaian. Juga selama
berada di kereta atau bus perlu ditambahkan dilarang menggunakan telepon
genggam.
Mengatur
aktivitas manusia Indonesia untuk memahami atau taat aturan bertransportasi sebelum
pademi dan pada masa pandemi Covid-19 menuju kebiasaan baru tidaklah mudah. Apalagi di tengah banyak
kepentingan dan eranya media sosial. Cerdas menggunakan media sosial untuk
membantu menyehatkan pikiran bangsa Indonesia. Itulah tantangan bagi pemimpin
di Indonesia sekarang.
Namun di sisi lain, hal ini merupakan
peluang bagi pemerintah untuk menata sungguh-sungguh layanan transportasi umum
higienis. Penyelenggaraan sistem transportasi higienis
menjadi keharusan mengikuti arah perkembangan kebiasaan baru. Pemenuhan
protokol kesehatan menjadi keharusan.
Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat