Konektivitas Multimoda, Distribusi Logistik hingga ke Pelosok Negeri

Di tahun keenam penyelenggaraannya, Program Tol Laut mengalami perkembangan cukup pesat. Selain peningkatan muatan balik yang signifikan, manfaat Tol Laut kini telah dirasakan secara nyata oleh masyarakat di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (3TP). Dukungan angkutan multimoda telah mampu mengantarkan logistik hingga ke tangan masyarakat di seluruh pelosok negeri.

Untuk mewujudkan biaya logistik dan transportasi yang lebih murah, Pemerintah—dalam hal ini Kementerian Perhubungan memberikan subsidi bagi angkutan barang di laut, khususnya angkutan barang dari dan ke daerah 3TP. Subsidi diberikan melalui penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation – PSO). Adapun bentuk subsidi yang diberikan Pemerintah berupa subsidi biaya angkut. Dengan adanya subsidi, diharapkan dapat menurunkan biaya distribusi logistik sehingga mampu menekan disparitas harga, khususnya di wilayah timur Indonesi

Maka, Program Tol Laut pun diselenggarakan sebagai salah satu bentuk kewajiban pelayanan publik. Program Tol Laut sekaligus menjadi wujud kehadiran negara dalam pemerataan pembangunan di daerah, hingga ke pelosok Tanah Air. Program yang digulirkan pada 2015 ini mengusung misi utama yang selaras dengan Nawa Cita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan membangun konektivitas dan menurunkan disparitas harga antara wilayah barat dengan timur Indonesia.

Dalam pidatonya pada 5 April 2016, Presiden Joko Widodo menerangkan tujuan dari penyelenggaraan Tol Laut. “Sekali lagi, ini (Tol Laut) untuk mobilitas manusia, mobilitas barang, harga transportasi yang lebih murah, biaya logistik yang lebih murah, dan akhirnya kita harapkan harga-harga akan turun,” tegasnya.

Penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik sesuai dengan Perpres No. 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan. Perpres ini merupakan penyempurnaan dari Perpres No. 106 Tahun 2015 yang sebelumnya telah direvisi menjadi Perpres No. 70 Tahun 2017.

Angkutan Multimoda Hingga saat ini, Program Tol Laut telah melayani 30 trayek yang menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia, terutama wilayah timur. Di tengah perkembangan Tol Laut yang cukup pesat, Kementerian Perhubungan terus melakukan langkah-langkah terobosan guna mengoptimalkan potensi serta efektivitas penyelenggaraan Tol Laut. Salah satu langkah yang diambil Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) adalah menyinergikan Tol Laut dengan angkutan multimoda.

Angkutan multimoda adalah angkutan barang yang menggunakan sedikitnya dua angkutan berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda, dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.

Dalam konsep multimoda, Kemenhub melaksanakan tiga program sekaligus untuk mendukung distribusi logistik serta menurunkan disparitas harga antara wilayah barat dan timur. Ketiga program tersebut adalah Tol Laut, Moda Angkutan Perintis Darat, serta Jembatan Udara.

Keterpaduan Tol Laut, angkutanmperintis darat, dan jembatan udara sebagai bentuk angkutan multimoda telah diatur dalam Perpres No. 27 Tahun 2021. Pada Pasal 15, disebutkan bahwa

jembatan udara merupakan kelanjutan penyelenggaraan PSO untuk angkutan barang di laut yang diteruskan melalui angkutan jalan, dan/atau Angkutan Penyeberangan ke Bandar Udara terdekat menuju Bandar Udara yang ditetapkan.

Angkutan multimoda juga merupakan tindak lanjut atas Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan dan Kesejahteraan Papua dan Papua Barat. Dengan konektivitas multimoda, layanan distribusi logistik melalui Tol Laut yang sebelumnya hanya sampai di pelabuhan saja, kini bisa menjangkau hingga ke daerahdaerah terpencil dan terpelosok. Terutama, beberapa daerah di Papua dan Papua Barat yang hanya bisa diakses lewat jalur udara.

Kehadiran angkutan multimoda merupakan secercah harapan baru bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bermukim di daerah 3TP. Dengan subsidi yang diberikan Pemerintah untuk angkutan multimoda, yaitu Tol Laut, angkutan darat, dan jembatan udara, masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga lebih murah.

Angkutan multimoda memungkinkan distribusi logistik sampai langsung ke tangan masyarakat. Bentuk sinergitas tol laut, angkutan darat, dan jembatan udara, misalnya saja pada trayek H-5 dan T-19.

Pada trayek tersebut, pengiriman logistik yang berasal dari Surabaya akan tiba di Pelabuhan Merauke. Dari Pelabuhan Merauke, logistic akan dibawa ke Bandara Merauke dengan menggunakan angkutan darat subsidi. Kemudian, dari Bandara Merauke, distribusi logistik akan diteruskan dengan angkutan udara perintis menuju Bandara Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Sebelum adanya Tol Laut, harga kebutuhan pokok di wilayah Pegunungan Bintang sangat tinggi. Lantaran, tingginya biaya pengiriman logistik melalui transportasi udara karena Pegunungan Bintang hanya bisa diakses via jalur udara. Kini, dengan angkutan multimoda, harga murah tidak hanya dirasakan di Merauke, tetapi juga dirasakan masyarakat di Pegunungan Bintang.

Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik Multimoda dan Keselamatan, Chris Kuntadi berharap Pegunungan Bintang maupun daerah lainnya di Papua dan Papua Barat bisa memanfaatkan angkutan multimoda untuk membawa komoditas daerahnya ke wilayah barat.

“Harapan kami, masyarakat bisa memanfaatkan angkutan multimoda untuk membawa produk unggulannya sebagai muatan balik yang akan dibawa kapal Tol Laut ke Jawa. Dengan begitu, terjadi transfer dan ada pengurangan inbalance kargo sehingga akan berdampak pada penurunan disparitas harga,” ujar Chris.

Optimalisasi Muatan Balik  

Dalam pelaksanaannya, Tol Laut tak luput dari beragam tantangan yang harus diantisipasi dan dicarikan solusinya. Salah satu tantangannya adalah muatan balik yang belum optimal. Sedangkan, keberadaan muatan balik memiliki peran penting dalam mendorong geliat perekonomian di daerah 3TP serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya distribusi logistik.

Hingga 31 Desember 2020, total muatan berangkat Tol Laut sebesar 13.825 TEUs dengan muatan berangkat tertinggi pada rute T-17 (Tanjung Perak – 1133 – Saumlaki – 231 – Dobo – 1313 – Tanjung Perak). Sedangkan, total muatan balik sebesar 4.303 TEUS dengan muatan balik tertinggi pada rute T-15 (Tanjung Perak – 437 – Makassar (Soekarno Hatta) – 775 – Jailolo – 139 – Morotai (Daruba) – 1256 – Tanjung Perak).

Angkutan multimoda menjadi langkah terobosan Kemenhub dalam mengoptimalkan muatan balik dari kawasan 3TP. Angkutan multimoda memungkinkan layanan logistik Tol Laut bisa menyentuh masyarakat secara langsung sehingga manfaat Tol Laut pun bisa dirasakan secara nyata.

Dalam hal ini, masyarakat/ pengusaha lokal bukan hanya bisa mendapatkan bahan-bahan pokok dengan harga yang jauh lebih murah. Tetapi, juga bisa mengirimkan produk ataupun komoditas unggulan daerahnya ke berbagai wilayah Indonesia dengan Tol Laut sebagai muatan balik.

Untuk itu, Kemenhub telah memfasilitasi pengusaha lokal dan masyarakat pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk melakukan pengiriman produk maupun komoditas unggulan daerahnya dengan kapal Tol Laut. Langkah ini tidak hanya mengoptimalkan muatan balik, tetapi sekaligus meningkatkan daya saing dan eksistensi produk.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi telah meminta para operator untuk menyiapkan skema pengiriman barang dengan kapal Tol Laut bagi UMKM. “Para pelaku UMKM tidak mungkin memborong 1 kontainer. Untuk itu, perlu dipikirkan cara, misalnya dalam satu container kapasitas 20 ton bisa dikumpulkan produk-produk UMKM dari beberapa pelaku UMKM,” papar Menhub.

Ditjen Hubla Kemenhub juga gencar mendorong Pemerintah daerah, komunitas pengusaha, dan masyarakat di wilayah timur Indonesia untuk mengoptimalkan muatan balik. Dengan begitu, akan menggerakkan roda perekonomian daerahnya.

Dalam hal ini, Pemda melalui jajaran dinas di bawahnya—seperti Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi & UKM, Dinas Pertanian & Tanaman Pangan, dan Dinas Kelautan & Perikanan telah melaksanakan sejumlah strategi. Di antaranya, Dinas Perhubungan yang mengatur kelancaran transportasi dari dan ke pelabuhan serta melakukan pendekatan kepada para pengusaha angkutan agar berperan serta dalam distribusi kargo dari dan ke pelabuhan.

Dinas Perhubungan juga menyampaikan usulan SK Bupati tentang penerapan besaran tariff angkutan laut khusus kargo. Tujuannya untuk menekan biaya distribusi logistik. Usulan juga terkait pelibatan unsur-unsur terkait dalam pembahasan penetapan tarif.

Sementara, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM senantiasa menyosialisasikan kegiatan Tol Laut kepada masyarakat dan para pelaku usaha. Kemudian, membantu mencarikan solusi atas masalah yang dialami pelaku usaha, melakukan pendampingan kepada pelaku usaha yang baru bergabung dengan Tol Laut, serta selalu memantau pelaksanaan Tol Laut dan mendirikan Pos Pengelolaan bagi pelaku usaha.

Upaya optimalisasi muatan balik lainnya yang dilakukan Kemenhub adalah membentuk Grup Optimalisasi Tol Laut (GOTL) di Pelabuhan Sorong. Kepala KSOP Kelas I Sorong, Jece Julita Piris mengatakan, tugas pertama GOTL adalah menyosialisasikan penggunaan aplikasi SITOLAUT (Sistem Informasi Tol Laut) kepada pengusaha lokal dan masyarakat.

Kemenhub juga bersinergi denganKementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, dan Pemerintah Daerah, untuk membangun sentra logistik yang diberi nama “Rumah Kita”. Melalui Rumah Kita, dilakukan sosialisasi program Tol Laut kepada masyarakat dan pedagang/ pengusaha di pelabuhan singgah untuk mengisi muatan balik.

Sinergi dan Akselerasi

Langkah optimalisasi Tol Laut yang dialankan Kemenhub membuahkan hasil. Salah satu indikator keberhasilannya adalah peningkatan jumlah muatan Tol Laut yang cukup signifikan pada 2021 (lihat infografis “Realisasi Muatan Tol Laut Logistik Mei 2020 & Mei 2021”).

Perkembangan Tol Laut yang pesat pun menyebabkan jalur lintasan niaga Papua menjadi ramai karena meningkatnya distribusi logistik ke wilayah timur Indonesia. Sebut saja, jalur lintasan pada rute T-19 (Merauke – Kokas – Sorong – Biak/Korido – Depapre/jayapura – Sorong – Merauke) yang baru dibuka pada awal 2021.

Kehadiran rute T-19 memiliki peran strategis sebagai akses konektivitas yang menghubungkan wilayah Papua dan Papua Barat. Penyelenggaraan Tol Laut pada rute T-19 terus mengalami pertumbuhan hingga triwulan I/2021. Pertumbuhan ditandai dengan adanya peningkatan permintaan komoditas lokal dan jumlah muatan.

Pada voyage ke-1, KM Logistik Nusantara 2 yang melayani rute T-19 mengangkut muatan sebanyak 21 kontainer yang terdiri dari beras dan kecap. Muatan yang diangkut terus mengalami kenaikan hingga mencapai 43 kontainer beras pada voyage ke-4.

Dari jumlah tersebut, 33 kontainer di antaranya memiliki deviasi tujuan, yaitu Pelabuhan Pomako. Hingga Juni 2021, muatan terbesar diangkut pada voyage ke-6, yakni sebanyak 56 kontainer yang berisi komoditi unggulan beras dari Kabupaten Merauke.

Pertumbuhan tersebut tak terlepas dari upaya akselerasi Program Tol Laut di wilayah 3TP yang dilakukan Pemerintah dengan menambah pelabuhan singgah (deviasi) ke Pelabuhan Pomako. Pemerintah juga membuka beberapa pelabuhan sebagai pelabuhan Tol Laut seiring dengan dibukanya rute T-19.

Salah satunya Pelabuhan Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua. Pelabuhan Depapre merupakan penyokong bagi jalur distribusi logistik di daerah hinterland yang mencakup 14 kabupaten di Provinsi Papua.

Sejak dibukanya rute yang dilayani KM Logistik Nusantara 2 ini, perekonomian di sekitar wilayah Pelabuhan Depapre mulai bergeliat. Terutama, setelah KM Logistik Nusantara 2 sandar pertama kalinya pada akhir Januari 2021.

Tol Laut rute T-19 telah membuka akses bagi pengusaha dan pekerja lokal untuk memasarkan produk dan komoditas daerahnya secara luas. Dengan dibukanya Pelabuhan Depapre, telah membuka keterisolasian wilayah dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Pelaku usaha lokal pun terus bertumbuh seiring jalur perdagangan yang mulai terbentuk lewat Tol Laut.

Keberhasilan penyelenggaraan Tol Laut, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat, adalah wujud sinergi lintas Kementerian bersama dengan Pemerintah Daerah, pengusaha, masyarakat, dan berbagai elemen terkait lainnya. Dengan didukung sinergi angkutan multimoda, manfaat penyelenggaraan Tol Laut bagi pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat pun dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat di wilayah 3TP.

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp