Transportasi merupakan salah satu sektor pengguna energi bumi terbesar yaitu sekitar 46%. Jumlah tersebut terus meningkat sebesar 5,6% pertahun. Eksploitasi sumber daya energi melalui penggunaan bahan bakar serta pemanfaatannya tersebut menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara global.
Melihat fenomena tersebut serta guna merealisasikan Peraturan Presiden (Perpres) No 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN GRK), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan sejumlah kebijakan, di antaranya peningkatan peran angkutan umum, peningkatan kinerja lalu lintas, dan peningkatan kualitas lingkungan.
“Mayoritas pengguna 46% energi dari sektor transportasi didominasi oleh transportasi darat. Oleh karena itu, kita akan konsentrasi bagaimana meningkatkan atau mengurangi ketergantungan kita pada energi yang kurang ramah lingkungan. Saya mengimbau masyarakat agar menggunakan sarana transportasi yang ramah lingkungan,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (Infografis 1)
“Pertama yang kita lakukan adalah kita harus berinisiasi menggunakan transportasi yang ramah lingkungan yaitu transportasi massal. Secara sederhana Jakarta menjadi contoh, kita membuat BRT, MRT, dan LRT. Proyek tersebut tidak hanya menyelesaikan masalah-masalah kemacetan tetapi itu juga menyelesaikan masalah lingkungan dimana kita tidak tergantung dengan kendaraan seperti motor, mobil-mobil kecil yang justru mengkonsumsi energi yang tidak ramah lingkungan,” jelas Budi Karya
Pengembangan transportasi ramah lingkungan pun tidak terlepas dari pemanfaatan energi listrik. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan, Budi Karya mengeluarkan sejumlah regulasi tentang kendaraan listrik melalui Permenhub, akan ditetapkan aturan seputar pengujian tipe fisik kendaraan bermotor listrik, kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik, konversi sepeda motor dengan penggerak motor berbahan bakar menjadi sepeda motor listrik berbasis baterai, dan sebagainya.
Penggunaan kendaraan listrik diharapkan dapat mengurangi penggunaan BBM, yang produksinya kini semakin menurun. Dengan demikian, kendaraan listrik juga mampu memperbaiki kualitas udara di perkotaan Indonesia menjadi lebih baik. (Infografis 2)
Integrasi Transportasi Antarmoda
Kemacetan di kota-kota besar merupakan penyumbang utama pencemaran udara. Oleh karena itu, Kemenhub menyediakan transportasi publik yang terintegrasi melalui ketersediaan angkutan massal berbasis rel, serta meluncurkan program unggulan di kota-kota besar. Salah satu kota yang menjadi wilayah percontohan adalah Palembang. (Infografis 3)
Kota Palembang memiliki Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) yang telah terintegrasi cukup baik. Sejak Agustus 2018, LRT yang memiliki rel sepanjang 24,5 km telah melayani 13 stasiun. Sedangkan BRT “Teman Bus” baru beroperasi sejak Juni 2020 dengan total armada sebanyak 45 unit.
Budi Karya menuturkan, LRT dan BRT harus dimanfaatkan secara baik di Palembang dan tentu saja menjadi kota percontohan di kota-kota besar lainnya. Peningkatan angkutan massal selanjutnya dilaksanakan melalui program Buy The Service (BTS) di lima kota besar dan mulai diterapkan di wilayah aglomerasi seperti Jakarta dan Bogor.
“Kita harus memikirkan transportasi berkelanjutan agar memiliki Co-benefit seperti: Buy The Service, dan menerapkan antarmoda yang bersih dan higienis. LRT dan BTS harus dimanfaatkan secara baik di kota Palembang dan tentu di kota-kota lain,” tutur Budi Karya.
Pemanfaatan angkutan umum massal terintegrasi pun diterapkan di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Menurut Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Polana B Pramesti, menggunakan angkutan umum massal dan Non Motorized Transportation (NMT) merupakan salah satu jalan keluar untuk mengurangi kendaraan pribadi guna meminimalisir polusi udara.
Menurut Polana, NMT menjadi alternatif bermobilisasi yang memunculkan peluang bagi penataan transportasi di Jabodetabek. Terutama di masa Covid-19 ini, bersepeda dan jalan kaki menjadi gaya hidup baru masyarakat.
Adapun guna mendukung kegiatan bersepeda, BPTJ menyediakan Bus Jabodetabek Residence Connexion (JRC) yang dilengkapi dengan bagasi gratis khusus bagi penumpang yang membawa sepeda lipat. Satu bus JR Connexion dapat menampung enam sepeda lipat. Ketersediaan bagasi gratis ini diharapkan dapat dimanfaatkan penumpang yang ingin membawa sepeda baik ke kantor maupun tempat-tempat lainnya.
JR Connexion hadir sebagai respon dari meningkatnya pengembangan sejumlah kawasan kota baru di wilayah Bodetabek. JR Connexion bisa dimanfaatkan masyarakat Jabodetabek untuk menjangkau beberapa titik tujuan pusat kegiatan seperti pusat perkantoran, pusat perdagangan, dan/atau layanan industri. Berbeda dengan angkutan massal lainnya, JR Connexion tidak berhenti di terminal. Melainkan difasilitasi jalur khusus. (Infografis 4)
Kemudian, integrasi transportasi pun tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana. Seperti di Ponorogo tepatnya Terminal Penumpang Tipe A Seloaji Ponorogo, terminal telah mengusung konsep Eco Green Building. Tujuannya tentu saja untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa transportasi sekaligus meminimalisir ketergantungan pada energi listrik.
Nantinya, pengelolaan terminal pun akan menerapkan sistem online, sehingga dapat terkoneksi antara terminal satu dengan yang lainnya. Selain untuk menghemat anggaran, konsep Eco Green diharapkan dapat memberikan kenyamanan yang lebih baik kepada penumpang. Dengan demikian, kepercayaan penumpang terhadap transportasi umum semakin meningkat. (Infografis 5)
Autonomus Rail Rapid Transit
Beberapa kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Yogyakarta, dan Bali mulai berbenah menuntaskan masalah kemacetan, termasuk mengkampanyekan pentingnya menggunakan transportasi ramah lingkungan. Nantinya, masing-masing kota akan menyediakan layanan Autonomous Rail Rapid Transit (ART).
ART merupakan salah satu jenis angkutan kereta perkotaan baru berupa bus maupun trem. Berbeda dengan kereta api, ART menggunakan ban karet dan berjalan di lintasan garis putih atau marka yang dicat sepanjang jalan. Kendaraan ini sepenuhnya ditenagai oleh sistem penyimpanan energi onboard tanpa overhead catenaries. (Infografis 6 dan 7)
Kajian penyelenggaraan ART pun telah dilaksanakan Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Penyediaan ART telah diatur dalam Rencana Tata Ruang UU RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.
Selanjutnya Kemenhub melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) telah melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) di kota-kota terpilih untuk mengimplementasikan transportasi ramah lingkungan tersebut.
Di Surabaya, pembangunan ART direncanakan akan melayani rute Pelabuhan Kamal – Stasiun Bangkalan – Stasiun Surabaya Pasar Turi. ART dikembangkan guna menghubungkan Kota Surabaya dengan Pulau Madura. Rencananya, perjalanan ART dimulai dari Stasiun Pasar Turi, melewati bagian utara Kota Surabaya, hingga menuju ke Pulau Madura melalui Jembatan Suramadu.
Rencana pembangunan tersebut disesuaikan dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. (Gambar 1)
Menyusul Surabaya, Yogyakarta rencananya akan menyediakan Jogja Trem Otonom di lima jalur dengan total panjang jalur keseluruhan 112,73 km. (Gambar 2)
Sedangkan Bali, mengusung visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” Bali ingin mewujudkan Bali Era Baru melalui transportasi publik terpadu yang ramah lingkungan sehingga terwujud “Bali Clean and Green” (Gambar 3 dan 4)
Hadirnya seluruh rangkaian rencana strategis serta program pemanfaatan transportasi ramah lingkungan ini, diharapkan dapat sesuai dengan target pemenuhan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
“Kami harapkan persentase masyarakat di masa mendatang yang menggunakan transportasi massal pada tahun 2025 bisa meningkat menjadi 30%. Suatu angka yang terlihat belum mayoritas tetapi upaya itu akan terwujud apabila kita lakukan dengan konsisten,” tutup Budi Karya.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat