Urgensi Seaplane Kembangkan Wisata Perairan (Water Tourism)

Kehadiran seaplane bukan hanya akan memudahkan pergerakan wisatawan. Tetapi, juga menawarkan angkutan logistik pendukung ekonomi kerakyatan di wilayah sekitar.

Indonesia sebagai negara poros maritim dunia dengan 60 persen wilayahnya adalah perairan memiliki potensi besar mengembangkan konsep wisata perairan menggunakan pesawat apung. Melihat peluang tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengembangkan transportasi udara ke air atau sebaliknya bernama seaplane.

Dalam implementasinya moda transportasi alternatif ini dipercaya mampu mengakomodir kebutuhan konektivitas di lokasi destinasi wisata prioritas. Kehadiran seaplane bukan hanya akan memudahkan pergerakan wisatawan. Tetapi, juga menawarkan angkutan logistik pendukung ekonomi kerakyatan di wilayah sekitar.

Lebih jauh, seaplane dapat berfungsi sebagai wahana baru bagi wisatawan dalam menikmati keindahan alam Indonesia dari udara, serta merasakan pengalaman baru mendarat di permukaan laut.

Direktur Akademi Penerbang Indonesia (API) Banyuwangi, Capt. Daniel Dewantoro Rumani menyampaikan seaplane akan menjadi moda transportasi wisata primadona seiring makin diminatinya pariwisata bahari Indonesia. Tidak menutup kemungkinan di tahun mendatang banyak perusahaan penerbangan tertarik menggarap segmen seaplane.

“Kalau kita mengembangkan waterbased yang ada di berbagai daerah, akan memicu operator-operator pesawat Cessna, Twin Otter, Caravan, masuk akan membuka rute-rute pariwisata,” ujar Capt. Daniel dalam Talkshow Suara Dosen Transportasi bertajuk Peran Seaplane dalam Pariwisata & Penyerapan Penerbang.

Layaknya moda transportasi pada umumnya, seaplanemembutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Menggunakan pesawat amfibi berjenis Cessna 172SP Amphibian Float dengan single engine, seaplane terhubung dengan bandar udara perairan (water aerodrome) untuk keberangkatan, kedatangan atau pergerakan pesawat udara.

Kemenhub merencanakan akan membuka 10 bandara air (waterbase airport) di Indonesia untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam program prioritas nasional yakni mengembangkan pariwisata serta memperlancar distribusi logistik antarpulau. (Infografis 1)

Pemerintah telah memulai pengembangan seaplanedengan mengadakan uji coba operasional pesawat apung rute Bali menuju Gili Iyang, Madura, pada 26 April 2021. Dalam uji coba tersebut, pesawat apung yang digunakan berjenis Cessna Caravan Amfibi 208A.

Dalam uji coba tersebut juga dilakukan analisis oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenhub (Balitbanghub) yang saat ini bernama Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) mengenai kedalaman perairan, ketinggian gelombang, serta kekuatan arus di perairan Indonesia. Hasil analisis itu nantinya akan dijadikan rekomendasi dalam mendirikan bandara apung.

Menambah Bandar Udara Perairan

Berbicara seaplane, banyak wisata kita yang terletak di pulau terluar belum terbangun sarana dan prasarananya dengan baik. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengarahkan untuk menghubungkan wilayah pulau-pulau yang memiliki keunggulan wisata.

Mengacu pada Perpres No.18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Pemerintah 2020-2024, Kemenhub berencana membangun lima bandara udara perairan sebagai pendukung destinasi wisata di sejumlah pulau dengan potensi wisata bahari, yakni di perairan Raja Ampat, Pulau Bawah dan Pulau Senoa di Kepulauan Riau, Gili Iyang di Jawa Timur, dan Pulau Widi di Maluku Utara.

Pemilihan lokasi-lokasi tersebut berdasarkan pada hasil kajian yang dilakukan Balitbanghub yang bertajuk “Studi Potensi untuk Ditetapkannya Lokasi Bandar Udara Perairan dan untuk Pengoperasian Pesawat Udara Perairan di Indonesia.

“Semuanya ada di Perpres dan saat ini sedang dilakukan pengembangan. Sebagai dukungan bagaimana perairan bisa dilakukan oleh para pesawat apung untuk bernavigasi dan berlayar. Kami bersama Balitbang telah menyusun satu regulasi bagaimana seaplane ini bisa beroperasi,” jelas Direktur Kenavigasian Kemenhub, Hengki Angkasawan. (Infografis 2)

Hasil perhitungan indikator kelayakan ekonomi yang dilakukan menunjukkan pembangunan seaplane di perairan di Pulau Gili Iyang, Pulau Senua dan Danau Toba diprediksi dapat menguntungkan secara ekonomi dengan Economic Internal Rate of Return (EIRR) lebih dari 12 persen.

Kemenhub telah menyusun rencana induk bandar udara perairan (waterbase) dalam dua tahap. Tahap I di tahun 2026 dan tahap II pada tahun 2031. Jenis pesawat yang akan beroperasi pada bandara Pulau Gili Iyang, Pulau Senua dan Danau Toba adalah Twin Otter (DHC-6 Series 400).

Alat transportasi ini merupakan pesawat dengan roda pendaratan yang dilengkapi dengan amfibi mengapung tipe Wipline 8000 sehingga memiliki tingkat kebisingan yang kecil.

Saat ini sudah ada empat bandara perairan yang beroperasi di Indonesia yakni Bandar Udara Perairan Benete di Sumbawa Barat, Amanwana di Pulau Moyo, NTB, Kahayan di Kalimantan Tengah dan Pulau Bawah di Pulau Anambas Kepri.

Guna menambah ketersediaan bandara perairan, Kemenhub tengah menjajaki kemungkinan membangun bandara perairan di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.

Kepulauan Derawan yang merupakan destinasi nomor satu di Kaltim menjadi salah satu dari 10 lokasi studi Balitbanghub untuk pembangunan water aerodrome baru. Dalam pembangunan water aerodrome harus terbebas dari sampah laut dan aktivitas nelayan. Selain itu, pasang air laut juga sangat berpengaruh.

“Tantangannya, kalau dari sisi perairan justru tidak ada hambatan, sehingga apapun alternatif transportasi yang berbasis laut harus disiapkan,” Hengki menambahkan. (Infografis 3)

Pengembangan seaplane bukan hanya menawarkan kemudahan konektivitas destinasi wisata di Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Lebih dari itu, seaplane akan menyerap banyak sumber daya manusia (SDM) penerbangan, baik sebagai pilot maupun teknisi pesawat.

Untuk memenuhi kebutuhan SDM penerbang seaplane, Akademi Penerbang Indonesia (API) Banyuwangi membuka initial training seaplane. Ini merupakan satu-satunya program pelatihan seaplane di kawasan Asia Tenggara. Sejauh ini, API telah berkoordinasi dengan Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) membahas persyaratan jam terbang.

Salah satu poin yang tengah digodok oleh API dan DKKPU mengenai syarat jam terbang yang harus dipenuhi pilot seaplane. Langkah ini ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada para lulusan sekolah penerbangan dengan spesialisasi multi engine dapat berkecimpung di penerbangan seaplane.

“Pertimbangan kami, bagi mereka yang tamat dari sekolah penerbangan manapun dengan modal 175 jam (terbang) multi engine land, mereka ketika mencari jam terbang ke 250 sudah di operator penerbangan. Katakanlah mereka sudah kerja di airplane carter, maka mereka sudah tidak minat lagi kerja di seaplane,” ujar Capt. Daniel.

Dalam menyelenggarakan pelatihan pilot seaplane, API Banyuwangi sudah memiliki seaplane instructor berpengalaman, dua seaplane, serta didukung business unit sebagai operator waterbase aerodrome. Pengelolaan waterbase aerodrome untuk seaplane yang dilakukan API Banyuwangi telah mendapatkan pengakuan yang ditandai dengan penerbitan sertifikat dan register bandar udara perairan.

“API Banyuwangi punya privilege ruang aerodrome untuk pendaratan seaplane seluas 109 hektar yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” lanjut Capt. Daniel.

Sebagai salah satu operator seaplane di Indonesia, API Banyuwangi melalui unit bisnisnya membuka peluang kerjasama bagi sejumlah pihak yang tertarik membuka layanan seaplane baik untuk sektor pariwisata maupun penerbangan logistik. Saat ini, API Banyuwangi tengah menjajaki operasional seaplane di Danau Sipin, Jambi.

“Pemerintah beberapa kali telah melakukan roadshow kepada calon-calon investor potensial baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri terkait pengoperasian seaplane ini,” ungkap Direktur Bandar Udara Kemenhub, Ir. Nafhan Syahroni.

Saat ini, Badan Usaha Angkutan Udara yang memiliki pesawat udara kategori seaplane baru beberapa saja. Tentunya, apabila di kemudian hari pengoperasian seaplane ini semakin dibutuhkan, maka Direktorat Angkutan Udara sesuai tugas pokok dan fungsinya akan memberikan pelayanan kepada Badan Usaha Angkutan Udara tersebut.

“Bentuk dukungan yang kami akan berikan yakni bimbingan teknis dalam penyusunan business process, pengurusan perizinan terbang untuk lintasan rute yang akan dioperasikan dan penegasan tanggung jawab pengangkut bagi operator yang menggunakan seaplane tersebut,” Ir. Nafhan menambahkan. (*)

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp