Memiliki jalur rel khusus, aspek keselamatan kereta api telah diatur dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan RI Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Perkeretaapian. Keselamatan kereta api tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana, juga melibatkan penumpang kereta api yang diangkut maupun pengguna jalan umum yang melintas pada lintasan kereta api.
Permasalahan yang kerap muncul adalah insiden di perlintasan kereta yang menimbulkan kerugian materi dan hilangnya nyawa. PT KAI mencatat dalam kurun waktu 2018-2023 (Januari – Juli 2023) telah terjadi 1.893 kecelakaan di perlintasan sebidang, dengan perincian kereta dengan kendaraan roda dua sebanyak 1.084 insiden, kereta menghantam kendaraan roda empat/lebih 747 insiden, dan kereta menemper pejalan kaki 8 kejadian.
Urgensi keselamatan dan keamanan di perlintasan sebidang menjadi perhatian sejak lama sejumlah stakeholder transportasi kereta api. Berkenaan dengan hal ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) serta pemangku kebijakan sektor transportasi rel – PT KAI (Persero) selaku operator – duduk bersama merumuskan sejumlah upaya menekan insiden di perlintasan sebidang.
Sejauh ini, upaya yang dilakukan untuk menekan angka kecelakaan di perlintasan sebidang adalah dengan menutup perlintasan sebidang dan membuat perlintasan tidak sebidang. Sejak tahun 2017, DJKA beserta pihak terkait lainnya gencar menutup perlintasan sebidang di Pulau Jawa dan Sumatera. Sampai 2022 lalu, sebanyak 1.635 perlintasan sebidang telah ditutup.
Penutupan perlintasan sebidang memunculkan sejumlah dampak, seperti aksesibilitas terganggu, penolakan masyarakat, dan memperparah kemacetan lalu lintas di lokasi lain, serta perubahan kondisi sosial dan ekonomi. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu disusun langkah preventif berupa manajemen lalu lintas dalam mengurangi titik kemacetan.
Pembuatan perlintasan tidak sebidang berupa flyover atau underpass bukan tanpa kendala. Pembangunan infrastruktur tersebut tentu saja diawali dengan proses pembebasan lahan, alokasi anggaran yang besar, waktu pembangunan yang lama, serta menimbulkan kemacetan baru selama pembangunan.
Selain penutupan perlintasan sebidang, upaya mencegah kecelakaan juga ditempuh dengan cara menambah titik yang dijaga oleh petugas sepanjang waktu. Petugas jaga tersebut berasal dari berbagai unsur instansi. Ada yang berasal dari pegawai PT KAI, personel Dinas Perhubungan (Dishub), serta swadaya masyarakat di sekitar perlintasan.
Pengadaan ini sudah diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018. Dalam peraturan tersebut tertulis pengelolaan perlintasan sebidang dilakukan oleh penanggung jawab sesuai dengan klasifikasi jalan yang berpotongan dengan rel kereta api.
Jalan nasional menjadi tanggung jawab kementerian, jalan provinsi dikelola gubernur, serta bupati atau wali kota untuk klasifikasi jalan kabupaten/kota dan jalan desa. Selain itu, pengelolaannya bisa juga ditugaskan kepada suatu lembaga atau badan hukum tertentu.
Meskipun upaya pengamanan perlintasan sebidang terus ditingkatkan, risiko kecelakaan tetap masih tinggi karena masih ada ribuan perlintasan yang belum berpenjaga dan juga perlintasan liar yang terus bertambah. Oleh karena itu, peranan masyarakat sangat penting sebagai pengguna jalan yang melintasi perlintasan sebidang untuk disiplin mematuhi tata tertib berlalu lintas.
Kesadaran masyarakat menjadi komponen utama dalam meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang. Dalam keseharian, acapkali dijumpai perilaku pengendara yang sengaja menerobos perlintasan ketika sinyal kedatangan kereta sudah berbunyi dan palang kereta sudah mulai menutup. Hal ini mencerminkan rendahnya kesadaran terhadap risiko kecelakaan di perlintasan sebidang.
Padahal pemerintah sudah menetapkan sejumlah kebijakan yang mengatur perilaku berlalu lintas di perlintasan sebidang, salah satunya UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Pasal 114. Dalam peraturan tersebut tertera, perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal kereta api berbunyi, sebab palang pintu kereta api akan mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain serta mendahulukan kereta api.
DJKA selaku stakeholder perkeretaapian punya tanggung jawab memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai keselamatan dan keamanan di perlintasan sebidang. Upaya yang telah dilakukan yakni mempromosikan slogan BERTEMAN yang merupakan akronim dari Berhenti, Tengok Kiri-Kanan, Aman, Jalan.
Sosialisasi dan promosi (sosprom) slogan BERTEMAN dilakukan oleh Direktorat Keselamatan Perkeretaapian di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 sampai DAOP 9 serta Divisi Regional (DIVRE) 1 sampai 4 PT KAI. Kegiatan sosprom tersebut bersamaan dengan peringatan Hari Perhubungan Nasional yang jatuh pada tanggal 17 September 2023.
Direktur Jenderal Perkertaapian M. Risal Wasal mengatakan bahwa terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang disebabkan juga oleh budaya atau kebiasaan melanggar aturan berlalu lintas. Lebih lanjut, Wasal menekankan pentingnya sinergi para stakeholder dan masyarakat untuk mendukung kampanye keselamatan di perlintasan kereta.
“Kesadaran dan kesabaran sangat diperlukan, mengingat keselamatan diri dan nyawa manusia sangat berharga dari apapun,” katanya.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat