Dalam konsep aglomerasi, Joglosemar merupakan akronim yang menunjukkan keterikatan antara tiga wilayah aglomerasi di Indonesia, yaitu Yogyakarta Raya, Solo Raya, dan Semarang Raya (lihat Infografis 1). Sementara, Solo Raya dan Semarang Raya juga merupakan bagian dari 7 wilayah aglomerasi di Provinsi Jawa Tengah (lihat Infografis 2).
Dari kacamata sektor transportasi, keterikatan ketiga wilayah aglomerasi tersebut merujuk pada kesatuan wilayah yang saling terhubung dalam sistem transportasi. Dalam hal ini, sistem transportasi diterapkan dengan konsep jaringan yang terpadu, baik secara layanan maupun sarana dan prasarana, sehingga memberikan kemudahan akses dan mobilitas masyarakat dari dan menuju ketiga wilayah aglomerasi (Yogyakarta Raya, Solo Raya, Semarang Raya).
Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyediakan angkutan massal yang terintegrasi guna memudahkan masyarakat saat harus berpindah dari satu angkutan ke angkutan lainnya. Angkutan massal yang disediakan terdiri dari angkutan massal berbasis rel, seperti KRL dan KA Lokal serta angkutan massal berbasis jalan berupa Bus Rapid Transit (BRT), seperti Trans Jogja dan Teman Bus (Yogyakarta), Batik Solo Trans – BST (Solo), Trans Semarang (Semarang), dan Trans Jateng.
Disamping keterpaduan, Kemenhub juga berupaya untuk menghadirkan angkutan umum dengan tarif terjangkau. Di antaranya, dengan memberikan subsidi melalui kebijakan Public Service Obligation (PSO) untuk moda KRL.
Sedangkan pada moda BRT, Kemenhub menerapkan skema Buy The Service (BTS). Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Umum Perkotaan, BTS adalah skema pemberian subsidi berupa pembelian layanan dari pemerintah pusat kepada perusahaan angkutan umum untuk penyelenggaraan angkutan penumpang umum di kawasan perkotaan.
Penerapan BTS di kawasan aglomerasi bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan angkutan umum sehingga masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum berbasis bus. Dengan skema subsidi, baik PSO maupun BTS, layanan angkutan umum hadir dengan standar pelayanan minimal yang memenuhi aspek kenyamanan, keselamatan, keamanan, kesehatan, keterjangkauan, dan kesetaraan.
Dalam pengembangan sistem angkutan massal, kehadiran transportasi pengumpan (feeder) turut berperan penting dalam mewujudkan aksesibilitas. Karena itu, sistem angkutan massal di setiap daerah harus memiliki jaringan layanan transportasi pengumpan yang terintegrasi dengan jaringan utama sehingga membentuk satu simpul transportasi perkotaan.
Kemudahan Akses
Adanya integrasi angkutan massal di wilayah Joglosemar memberikan kemudahan transfer antarmoda. Sebagai contoh, warga Solo yang hendak bepergian ke Yogyakarta ataupun Bandara Adi Soemarmo bisa menaiki angkutan feeder BST untuk menuju halte BST terdekat. Dari halte, dapat menumpang BST menuju Terminal A Tirtonadi, lalu menuju Stasiun Solo Balapan melewati sky bridge. Sesampainya di Stasiun Solo Balapan, bisa melanjutkan perjalanan dengan KRL ke Yogyakarta atau kereta bandara.
Jika ingin bepergian ke sejumlah kota di sekitar Solo, sebagai contoh Wonogiri, bisa menumpang KA Batara Kresna dari Stasiun Purwosari. KA Batara Kresna merupakan rangkaian KRD relasi Solo – Wonogiri dengan jadwal keberangkatan dua kali sehari, baik dari Solo maupun Wonogiri. Menariknya, selain harga tiket yang sangat terjangkau, yaitu Rp4.000, kereta yang dioperasikan PT KAI DAOP VI Yogyakarta ini juga melintasi ruas jalan utama kota Solo, yaitu Jalan Slamet Riyadi.
Selain menumpang KA Batara Kresna, untuk menuju ke Wonogiri, masyarakat juga bisa menaiki Trans Jateng Koridor 7 Rute Solo – Wonogiri dari halte pemberangkatan di Terminal Tirtonadi. Koridor 7 merupakan rute Trans Jateng terpadat di 2024 dengan load factor mencapai 102,75%.
“Saat ini, Trans Jateng telah mengoperasikan 115 bus di 7 koridor. Dengan rute terpadat di tahun 2024, koridor Solo – Wonogiri dan rute terpanjang Koridor 4 (Kutoarjo – Borobudur) sepanjang ±54 km. Sejak beroperasi tahun 2017 sampai dengan Oktober 2024, Trans Jateng telah mengangkut lebih dari 34 juta penumpang,” jelas Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah Henggar Budi Anggoro.
Beroperasinya Trans Jateng sejak 2017 tidak hanya meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas kawasan aglomerasi perkotaan di Jawa Tengah yang menghubungkan kota-kota inti dengan kota penyangga. Namun, juga mendukung sektor pariwisata dengan tersedianya Trans Jateng Koridor 4 dengan rute Kutoarjo – Borobudur dan Koridor 5 rute Terminal Tirtonadi – Sumberlawang via Sangiran yang terkenal sebagai obyek wisata situs purbakala.
Begitu pun, Teman Bus Jogja Koridor 1A dengan rute Adi Sucipto – Malioboro via Prambanan. Hadirnya rute bus ini turut mendukung sektor pariwisata Yogyakarta. “Untuk rute ini, ramai penumpang di hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya,” ujar Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DI Yogyakarta Rizki Budi Utomo.
“Sebagai antisipasi, terutama saat libur nataru nanti, kami akan maksimalkan availability armada sampai 100% dari kondisi normal 80%. Salah satunya dengan mengoperasikan armada SGO (Siap Guna Operasi),” imbuhnya.
Solusi Komprehensif
Dalam upaya mewujudkan keterpaduan angkutan umum di wilayah Joglosemar, tentunya tak luput dari sejumlah permasalahan yang dihadapi. Di antara permasalahan utama yang terjadi adalah adanya perbedaan visi misi dalam kebijakan di setiap daerah sehingga dibutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan stakeholder terkait lainnya.
Selanjutnya, pengembangan sarana dan prasarana transportasi sering kali terbentur anggaran yang terbatas. Keterbatasan lahan menjadi persoalan yang juga dihadapi dalam upaya pembangunan infrastruktur transportasi, seperti akses jalur transportasi massal.
Untuk mengatasi sejumlah permasalahan tersebut, diperlukan solusi yang komprehensif, seperti pemanfaatan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan transportasi. Percepatan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Agar pengembangan transportasi di setiap daerah dapat terintegrasi, perlu pembentukan lembaga atau organisasi yang akan melakukan fungsi koordinasi, mulai dari perencanaan, pendanaan, pembangunan, pengoperasian, pengawasan, pengaturan tarif, hingga pemberian subsidi. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam proses perencanaan dan pembangunan infrastruktur.
Di tengah beragam tantangan tersebut, Kemenhub terus berkomitmen dan berupaya untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum, baik secara kualitas maupun kuantitas agar terwujud sistem dan layanan angkutan aglomerasi yang efektif, efisien, aman, serta selamat. Dengan demikian, kehadiran angkutan umum di kawasan Joglosemar dapat berdampak positif bagi masyarakat dan daerah (lihat Infografis 3).
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat