Dukungan Transportasi Perairan untuk Kembangkan Potensi Pariwisata Maritim

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pariwisata maritim. Kemenhub menaruh perhatian pada pengembangan pariwisata perairan dengan penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana berupa seaplane dan bandara perairan.

Dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman laut yang luar biasa, memberikan potensi besar untuk mengembangkan pariwisata maritim. Pariwisata maritim di Indonesia mengacu pada potensi dan kegiatan pariwisata yang terkait dengan laut, pulau-pulau, dan sumber daya laut lainnya.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Greenland. Banyak pantai-pantai di nusantara yang keindahan dan keeksotisannya memikat wisatawan luar negeri, sebut saja Pantai Kuta di Bali, Pink Beach di Taman Nasional Komodo, Pantai Mandalika dan Tanjung Aan di Pulau Lombok, dan masih banyak lagi.

Selain pantai, pariwisata maritim Indonesia juga mencakup keberagaman hayati laut yang popular untuk kegiatan selam dan snorkeling. Destinasi seperti Raja Ampat di Papua, Taman Nasional Bunaken di Sulawesi dan Wakatobi di Kalimantan, terkenal ke seluruh penjuru dunia karena terumbu karangnya yang spektakuler dan kehidupan laut yang beragam.

Pariwisata maritim Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu andalan industri pariwisata. Untuk memaksimalkan potensi tersebut, pemerintah dan pihak terkait perlu menaruh perhatian khusus dalam mengembangkan fasilitas pariwisata yang mendukung kegiatan di sektor ini.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Perencanaan Kepariwisataan Nasional (Rappinas), transportasi khususnya transportasi perairan merupakan infrastruktur yang penting dalam menggerakkan perekonomian dan merajut konektivitas di Indonesia terutama lokasi pariwisata nasional.

Berkenaan dengan urgensi infrastruktur transportasi pada destinasi wisata maritim, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendorong direktorat terkait – dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) – memberikan porsi besar pada penyelenggaraan transportasi pendukung wisata bahari.

Dari sisi regulasi, Kemenhub menerbitkan sejumlah peraturan layanan transportasi pariwisata yang mengedepankan aspek keamanan, keselamatan, dan kenyamanan. Diantaranya, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, dan Permenhub Nomor PM 4 tahun 2022 tentang Pelayanan Kapal Wisata (yacht) Asing dan Kapal Pesiar (Cruise Ship) Asing di Perairan Indonesia.

Sedangkan dari sisi infrastruktur sarana dan prasarana transportasi perairan, Kemenhub melalui DJPL menjalin kerja sama dengan pihak terkait dalam penyediaan armada angkutan pariwisata. Tahun ini, DJPL memberikan hibah berupa kapal wisata bottom glass kepada dua pemerintah daerah (Pemda) yang memiliki potensi pariwisata maritim.

Adapun dua kapal bottom glass yang diberikan kepada Pemprov Nusa Tenggara Timur berjenis catamaran berukuran 127 GT dan 132 GT. Sementara, dua kapal wisata bottom glass lainnya dihibahkan kepada Pemprov Sulawesi Utara berjenis trimaran berukuran 126 GT dan 129 GT.

Kapal bottom glass yang dihibahkan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menambah armada pariwisata maritim pada destinasi unggulan di masing-masing provinsi. Sebagai informasi, Nusa Tenggara Timur memiliki destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) yakni Labuan Bajo sedangkan di Sulawesi Utara terdapat destinasi wisata perairan Likupang.

“Pelaksanaan hibah kapal wisata bottom glass kepada Pemerintah Daerah, merupakan wujud kepedulian pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan untuk mendukung dan menyiapkan sarana angkutan pariwisata di Daerah Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo dan Likupang, sehingga dapat menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi lokasi wisata bahari yang ada di Daerah” Ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Capt. Antoni Arif Priadi.

Kapal wisata bottom glass dilengkapi peralatan keselamatan yang cukup modern dan lengkap, seperti perlengkapan keselamatan seperti life jacket, life raft, perlengkapan pencegahan kebakaran, perlengkapan navigasi, radio komunikasi dan pencegahan pencemaran, serta tetap memperhatikan aspek kenyamanan penumpang.

Bandara Terapung

Potensi pariwisata maritim di Indonesia masih belum sepenuhnya tereksplorasi, salah satu faktor penghambatnya adalah ketersediaan bandara perairan. Banyak destinasi wisata perairan yang memerlukan waktu perjalanan yang lama, dan harus berganti moda transportasi.

Melihat urgensi ini, pembangunan bandara perairan menjadi sebuah keniscayaan. Bandara perairan dibutuhkan sebagai fasilitas penunjang pengoperasian pesawat air (seaplane) di Indonesia.

Seaplane umumnya menggunakan pesawat varian amfibi – salah satunya diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia yakni N219 – yang memungkinkan mengangkut penumpang dan logistik keperluan pariwisata hingga ke pelosok.

Seaplane menjadi salah satu alternatif angkutan untuk tempat- tempat yang jauh dari bandara. Kalau lewat darat jaraknya jauh dan waktu tempuhnya lama, tetapi kalau naik seaplane bisa

cepat,” ujar Menhub Budi Karya.

Dengan keunggulan tersebut, seaplane dinilai sangat layak untuk menunjang pengembangan wilayah khususnya pariwisata pada wilayah kepulauan. Sejauh ini, Kemenhub telah memetakan sejumlah daerah potensial untuk didarati seaplane, diantaranya Sumatera Utara, NTB, NTT, Kepulauan Riau, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Pada Februari lalu, Kemenhub melalui Akademi Penerbangan Indonesia (API) telah melakukan demonstrasi dan uji coba penerbangan seaplane sebagai sarana angkut penonton event F1 Powerboat yang diselenggarakan di Danau Toba, Sumatera Utara. Di atas danau vulkanik terbesar di dunia ini nantinya akan dibangun bandara terapung.

Pemilihan Danau Toba sebagai salah satu dari 5 proyek pembangunan bandara terapung (waterbase) tak lepas dari statusnya sebagai Kawasan Pariwisata Strategis Nasional. Mengacu pada rencana induk bandar udara perairan tahap I di tahun 2026, pesawat yang akan beroperasi di bandara perairan Danau Toba berjenis Twin Otter (DHC-6 Series 400).

Selain Danau Toba, lokasi lain yang masuk dalam rencana pembangunan waterbased airport adalah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Dalam pembangunan bandara perairan wilayah perairan sekitar harus terbebas dari sampah laut dan aktivitas nelayan. Level pasang dan surut air laut juga menjadi syarat kelaikan pembangunan.

Saat ini, sudah ada empat bandara perairan yang beroperasi di Indonesia yakni Bandar Udara Perairan Benete di Sumbawa Barat, Amanwa di Pulau Moyo, NTB, Kahayan di Kalimantan Tengah, dan Pulau Bawah di Pulau Anambas Kepri.

Sebagai alternatif transportasi pariwisata perairan, pengembangan seaplane dan bandara perairan perlu memperhatikan aspek keselamatan. Untuk memenuhi aspek tersebut, Kemenhub menggandeng Baketrans dan KNKT dalam merumuskan standar pelayanan minimum (SPM) seaplane.

SPM meliputi ruang penumpang, informasi fasilitas keselamatan, alat keselamatan, jalur evakuasi dan titik kumpul, fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, spesifikasi dermaga, serta alur pemeliharaan bandara. Standar keselamatan bandara perairan bukan hanya menitikberatkan pada pelaku atau operator sarana, tetapi juga dari sisi penumpang. Oleh karena itu, sosialisasi keselamatan sangat penting dilakukan.(*)

Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp