Kereta api telah begitu lekat dengan keseharian masyarakat di Jawa Tengah (Jateng) dan Yogyakarta (Yogya). Kelekatan ini dilatarbelakangi sejarah panjang kereta api di tanah Jawa yang dibangun sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda.
Menurut catatan sejarah, jalur kereta Solo – Yogya adalah jalur kereta api pertama di Indonesia yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada 17 Juni 1864. Pada masa itu, jalur ini dikenal dengan nama Jalur Semarang Vorstenlanden.
Sejak saat itu, kereta api terus berkembang sebagai moda transportasi yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Joglosemar. Kereta api menjadi alat mobilitas dan konektivitas yang sangat fundamental, tepat waktu, dan terbilang paling ekonomis.
Tak ayal, kereta pun menjadi moda transportasi primadona masyarakat Joglosemar, baik sebagai moda transportasi antarwilayah (komuter) maupun antarprovinsi. Tidak hanya merajut konektivitas dan memfasilitasi mobilitas masyarakat, kereta api juga mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Peningkatan Konektivitas dan Aksesibilitas
Guna menghadirkan moda transportasi primadona masyarakat, Kemenhub terus mengembangkan transportasi kereta yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam rangka menciptakan kawasan Joglosemar yang lebih terhubung, baik dari sisi transportasi, ekonomi, maupun sosial. Di antaranya, dengan mengembangkan layanan dan infrastruktur kereta aglomerasi, KRL, serta Kereta Bandara YIA dan Bandara Adi Soemarmo.
Menurut data Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Semarang, sampai tahun 2022, telah dilakukan elektrifikasi jalur KA Yogyakarta – Solo Balapan sepanjang 62 km. Untuk perpanjangan lintas pelayanan, pembangunan elektrifikasi dilanjutkan dari Solo Balapan – Palur sepanjang 6,2 km. Untuk mendukung keandalan sarana, telah dibangun Depo Perawatan KRL di Jebres.
Untuk mendukung konektivitas ke bandara, telah dilaksanakan pembangunan jalur KA Bandara Adi Soemarmo dan KA Bandara YIA. Jalur KA Bandara YIA merupakan jalur ganda KA pertama yang menggunakan struktur elevated dengan slab on pile.
“Selain itu, untuk meningkatkan kecepatan, kapasitas lintas, dan tentunya keselamatan, masih berlangsung pembangunan jalur ganda KA Solo – Semarang Fase I serta peningkatan jalur KA lintas Solo – Wonogiri dan Maos – Cilacap,” ujar Kepala BTP Kelas I Semarang Rudi Pitoyo.
Jalur ganda KA Solo – Semarang Fase I meliputi ruas Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso sepanjang 10 km. Sebagian dari ruas tersebut, didesain sebagai jalur layang sepanjang 1,8 km dengan jembatan layang kereta sepanjang 270 m yang terbentang tepat di tengah Simpang Joglo.
“Pembangunan jalur ganda dengan jalur layang ini sangat krusial untuk mengurai kepadatan lalu lintas yang selalu terjadi di titik macet Simpang Joglo,” imbuh Rudi.
KRL dan KA Aglomerasi
Sejak beroperasi pertama kali pada 2021, KRL telah menjadi moda komuter favorit masyarakat. KRL tidak hanya memangkas waktu tempuh Solo – Yogyakarta, tetapi juga menawarkan kenyamanan, ketepatan waktu, kemudahan akses, dan tarif yang ramah di kantong.
Keunggulan layanan KRL ini telah dirasakan Evi, seorang warga Yogyakarta yang kerap melaju ke Solo. “KRL selalu jadi moda pilihan utama saya kalau ke Solo. Selain lebih nyaman dan terjamin keamanan dan keselamatannya, KRL jauh lebih cepat dibanding moda lainnya, selalu tepat waktu, dan murah tarifnya. Apalagi sekarang sudah ada aplikasi Access by KAI, saya jadi lebih mudah untuk beli tiket, lihat jadwal, dan akses masuk ke stasiun juga tinggal scan QR,” ungkap Evi puas atas layanan KRL.
Mulai 2024, KRL melayani 24 perjalanan setiap hari, dari sebelumnya 20 perjalanan per hari. Di akhir pekan atau masa libur, bisa bertambah sampai 30 perjalanan per hari. Area VI Yogyakarta Manager PT Kereta Commuter Indonesia Adli Hakim Nasution mengatakan, penumpang KRL Yogyakarta – Solo justru lebih padat di akhir pekan dan hari libur.
“Ini menunjukkan kebanyakan penumpang KRL Yogya – Solo adalah masyarakat yang ingin berlibur/wisata. Berbeda dengan KRL Jabodetabek yang kebanyakan penumpang adalah pekerja. Maka, kehadiran KRL mampu mendukung sektor pariwisata di Yogya, Solo, dan sekitarnya,” jelas Adli.
Hadirnya KRL juga telah menghidupkan 4 stasiun di wilayah Klaten, yaitu Srowot, Ceper, Delanggu, dan Gawok. Sebelum ada KRL, stasiun ini hanya beroperasi untuk lintas ataupun persilangan kereta.
“Pengoperasian kembali stasiun tersebut bukan hanya meningkatkan aksesibilitas masyarakat untuk menjangkau stasiun yang lebih dekat. Tetapi, juga mendorong pertumbuhan sektor transportasi dan geliat ekonomi di Klaten,” ujar Kepala KAI DAOP 6 Yogyakarta Bambang Respationo.
Saat ini, wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta juga telah terhubung dengan layanan KA Aglomerasi. Salah satu KA aglomerasi primadona adalah KA Joglosemarkerto yang merupakan kereta looping dengan lintasan memutari wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. KA Joglosemarkerto melintasi jalur sepanjang 686 km dengan waktu tempuh selama 12 jam.
Selain KA Joglosemarkerto, KA Kedungsepur dengan relasi Semarang – Ngrombo juga menjadi layanan favorit masyarakat. Satu-satunya layanan kereta PSO di wilayah DAOP 4 Semarang ini melayani kebanyakan penumpang pelajar dan masyarakat yang beraktivitas harian.
“Di wilayah kami (DAOP 6) tersedia 28 perjalanan KA Aglomerasi. Kami akan terus tingkatkan layanan ini, salah satunya dengan meningkatkan kecepatan untuk memangkas waktu tempuh. Langkah ini sejalan dengan peningkatan infrastruktur berupa pembangunan jalur ganda di segmen Solo – Kalioso,” jelas Kepala KAI DAOP 4 Semarang, Daniel Johannes Hutabarat.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik kereta sebagai moda transportasi yang cepat, tepat waktu, aman, selamat, dan terjangkau sehingga menjadi alat mobilitas pilihan utama masyarakat Joglosemar.
Klik tautan dibawah ini untuk berbagi artikel
Hak Cipta Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat